Telaga wahyu adalah telaga yang teletak di kabupaten magetan Jawa Timur, tepatnya 2 km sebelum Telaga Pasir Srangan,
Telaga Wahyu yang ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Kota Magetan. Tepatnya di Desa Ngerong, Kecamatan Plaosan. Jika berkendara dari arah Magetan menuju lereng Gunung Lawu, akan ditemui Telaga Wahyu terlebih dahulu sebelum Telaga Sarangan.
Telaga ini mempunyai luas sekitar 10 hektare dan kedalaman sekitar 23 meter. Telaga ini selain digunakan sebagai tempat rekreasi pemancingan. Fasilitas yang berada di telaga wahyu seperti toilet, warung, perahu ada di telaga wahyu. Alam sekitar telaga yang hingga saat ini terjaga keasriannya mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke Telaga Wahyu sekedar rekreasi ataupun berfoto-foto narsih,
Dari pesona alam telaga wahyu yang sangat asri dan WOW, ternyata telaga ini menyimpan cerita mistis yang membuat bulu kudu merinding, hiiiiiiiiiii
Cerita datang dari salah satu pohon yang berada di selatan telaga wahyu, pohon besar serta berduri yang masyarakat sekitar menamai dengan pohon Randu.
Pohon yang mungkin umurnya setara dengan umur telaga wahyu saat ini, konon setiap malam tertentu ada seorang nenek berpakain hitam berambut panjang dan mempunyai peliharaan kucing yang amat banyak dan berwarna hitam semua. Pada waktu-waktu tertentu dan malam tertentu sering menampakan wujudnya kepada para pemancing ikan di Telaga Wahyu pada malam hari,
Menurut teman saya, sebut saja namanya Sandi anak desa Gemutri, desa yang letaknya sebelah selatan telaga wahyu. Ia yang sering memancing ikan bersama ayahnya pada malam hari, maklumlah memancing di telaga wahyu malam hari sangatlah mudah untuk mendapat ikan banyak, waktu itu ia melihat sosok nenek dengan kucing hitam yang amat banyak sedang berjalan ke arah selatan, seakan penasaran, ia pun mengamati dan tiba-tiba menghilang di pohon randu sebelah selatan telaga. Menurutnya itupun tidak haya satu kali bahkan menurut para pemancing ikan lainya juga pernah melihatnya dan menghilang secara misterius di pohon randu tersebut.
Walaupun sering menampakan diri, si nenek serta peliharaanya itu tidak pernah menggangu para pemancing ataupun mencelakainya dari gangguan halus.
Dari cerita tersebut kita pun boleh percaya boleh tidak yang penting kita lebih percaya kepada Sang Pencipta.
Selasa, 07 Mei 2013
Kamis, 02 Mei 2013
Kumpulan Cerita Mistik; Tumbal Pesugihan Buaya Putih
Ketika aku masih kecil, ada salah seorang tetangga kami yang hidupnya serba berkecukupan, usahanya maju, rumahnya bagus, dan uangnya banyak, saking banyaknya uang tersebut, mereka membuka usaha baru, yaitu menjadi rentenir, si lintah darat itu. Semakin hari kekayaannya semakin bertambah banyak akan tetapi hal itu berbanding terbalik dengan kekayaan hati yang dimilikinya yang kian hari kian menipis bahkan mungkin menghilang, tidak punya kekayaan hati sama sekali. Oleh karena itulah, mereka selalu membusungkan dada mereka dan menganggap tetangga mereka hanyalah lalat-lalat pengganggu sehingga tak perlu menjaga omongan kepada tetangga. Semua tetangga pernah dihinanya termasuk juga keluargaku, ayah, ibu, aku, kakak-ku, adik-ku, semuanya tidak luput dari hinaan mereka. Apalagi memang dari dulu sampai hari itu bahkan sampai sekarang, keluargaku selalu jadi bahan hinaan para tetangga. Huh, apakah itu hanya karena ibuku orang jawa? Tapi bukankah sunda ataupun jawa sama saja di hadapan Tuhan? Yang membedakan hanyalah ketakwaan saja.
Iskandar (suami), Rohaya (istri), Budi (anak tertua), Andi (anak tengah, seumuran denganku), dan Sugianto (anak bungsu), merekalah tetangga yang ku maksudkan, rumah mereka persis berada di depan rumahku. Rohaya dan Andi, kedua orang itulah yang paling keras dalam menghina dan memusuhi kami. Cacian dan hinaan mereka berdua begitu melapaui batas untuk di terima oleh manusia. Tidak jarang jika Rohaya ini lewat di depan rumah kami, dia meludahi pekarangan rumah kami dan mengejek keadaan rumah kami yang memang begitu sederhana, ia menyebut rumah kami dengan sebutan Anggar Lima. Bahkan tidak hanya itu, pernah suatu ketika aku sedang bermain sendiri di sisi jalan depan rumahku. Tiba-tiba Si Andi datang dengan membawa bambu sebesar betis orang dewasa dan langsung mengambil uang receh yang sedang aku mainkan maka aku pun berusaha untuk mengambilnya kembali sehingga terjadilah aksi tarik menarik antara aku dengannya. Ketika uang itu berhasil ku ambil, Si Andi langsung memukulkan bambu ke pundakku dengan keras hingga aku pun terjatuh. Jika saja bukan karena pertolongan Alloh mungkin aku sudah kehilangan nyawa gara-gara pukulan itu. Saat itulah, terjadi percekcokan hebat antara ibuku dengan Rohaya sehingga ibuku merasa begitu sakit hati, sampai-sampai imannya hampir luntur.
“Aduh…pak! Hati ini panas, dada ini terasa sesak, nafas ini tersengal-sengal, aku sudah tidak tahan lagi dengan hinaannya. Biarkan, biarkan aku pergi ke Cirebon atau ke Banten, aku akan santet mereka hingga mati semuanya…”, kata ibuku diiringi tangisan yang tersedu-sedu di pangkuan ayahku.
“Sabar, sabar istriku! Sabar…biarkan mereka menghina sesukanya terhadap kita. Ingatlah, Alloh pasti membalas perbuatan mereka dalam waktu dekat ini…Sabar, jika mamah pergi dan menyantet mereka maka apa bedanya kita dengan mereka? Bukankah kita jadi lebih kejam dari mereka? Sabar, Sabar, sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar…”, ucap ayahku berusaha mendinginkan amarah ibuku yang sedang memuncak.
Ayahku terus menasehati ibuku dengan kata-kata yang bijak hingga ibuku pun terlelap dalam tidur dipangkuan ayahku.
Beberapa bulan kemudian, apa yang diucapkan oleh ayahku benar-benar terjadi, Alloh benar membalas perbuatan mereka selama ini dengan balasan yang sebaik-baiknya. Usaha mereka bangkrut, rumah tangga mereka hancur berantakan, pihak bank memburu mereka karena hutang mereka, rumah bagus mereka digadaikan begitu juga tanahnya, perabotan rumah mereka semuanya diambil dan disita oleh pihak bank. Mendengar hal itu, ayahku berkata,
“Tuh, kan mah! Alloh pasti akan membalas perbuatan mereka dalam waktu dekat ini…sekarang lihatlah mereka, mereka sekarang lebih miskin dan lebih terhina daripada kita…Sungguh, mah! Alloh itu tidak akan mengingkari janji-Nya.”, komentar ayahku.
“Iya, pak! Bapak benar…”, jawab ibuku.
Beberapa minggu kemudian, datanglah Iskandar dan Rohaya untuk meminta maaf atas semua kesalahan mereka kepada keluargaku. Mereka berdua tersungkur dan menubruk ibuku, bersungguh-sungguh memohon maaf. Hati kami iba dibuatnya, tak tega kami melihat tetangga kami menghinakan dirinya di depan kami seperti itu walaupun dahulu mereka benar-benar telah menghina kami tapi hati kami tetap merasa terenyuh dibuatnya. Akhirnya, dengan berat hati, kami pun akhirnya memaafkan mereka walaupun begitu terasa berat di hati kami apalagi mengingat semua kejahatan mereka. Setelah itu, mereka berdua pergi dari kampungku guna menghindari serbuan pihak bank yang menagih hutang terus menerus kepada mereka. Kini mereka berdua telah berpisah (cerai) dan sekarang entah dimana keberadaannya, semua anaknya dititipkan kepada Ibunya Rohaya dan sekarang sudah besar bahkan sebagiannya telah berkeluarga.
Namun, ternyata ada rahasia dibalik semua kehancuran total itu. Ma Rini, yang merupakan Ibunya Rohaya menceritakan kepada ibuku perihal sesuatu yang menjadi rahasia anaknya, mengapa bisa jadi kaya dan mengapa bisa jatuh mendadak. Kisah ini hanya diceritakan kepada ibuku saja, tidak kepada yang lain. Marilah kita dengar kisah rahasia yang dibuka oleh Ma Rini tersebut :
Malam itu, Rohaya tidak bisa duduk dengan tenang, ia sedari tadi terus mondar-mandir kesana kemari dengan raut wajah seperti orang yang mencemaskan sesuatu. Aku sebagai ibunya tidak tega melihat dia seperti itu, aku pun bertanya kepadanya dengan berbisik-bisik :
“Ada apa, Neng? Kenapa kamu gelisah seperti itu? Apakah malam ini adalah waktunya?”, tanyaku penasaran karena aku mengetahui akan rahasia anakku itu.
“Nggg….”, jawabnya.
Dari jawabannya, aku mengetahui bahwa sekaranglah waktunya perjanjian itu harus dipenuhi. Tapi, aku sebagai ibunya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah karena itu sudah perjanjiannya dengan makhluk itu yang sudah disepakati bersama, tidak bisa dibatalkan sama sekali.
Iskandar, suaminya merasa curiga dengan gerak-gerik kami berdua hingga akhirnya ia pun mengintrogasi istrinya. Ia memaksa istrinya untuk berterus terang tentang apa yang sudah terjadi tetapi anakku itu tetap saja mengelak dari pertanyaan yang dilontarkan oleh suaminya. Hingga akhirnya, iskandar pun mulai berbuat anarkis terhadap istrinya. Dan oleh sebab itu, Rohaya pun berbicara jujur juga mengenai persekutuannya dengan setan.
“Oke, mas! Aku jujur sekarang, aku telah melakukan pesugihan kepada siluman buaya putih karena aku tak kuat hidup miskin terus menerus, aku tak mau dihinakan oleh tetangga, dan aku akan tunjukkan pada mereka bahwa aku juga bisa kaya bahkan melebihi mereka…Dan sekarang adalah malam yang telah disepakati olehku dan siluman tersebut.”, jelas Rohaya dengan nada terbata-bata dan air mata yang terburai ke pipi.
“Apa kamu sudah gila, heh! Untuk apa kamu melakukan itu semua? Apakah tak cukup nafkah dariku, suamimu ini sehingga kamu melakukan pesugihan tanpa sepengetahuanku…Dasar istri tak tahu diuntung…Cepat, sekarang katakan siapa yang dijadikan tumbalnya? Cepat katakan!”, ancam Iskandar dengan nada keras kepada istrinya sambil memegang kerah baju Rohaya.
“….anak, anak kita yang paling kecil!”, jawab Rohaya dengan gemetar dan tak henti-hentinya menangis.
“Sialan, ibu macam apa kamu ini? tega mengorbankan anaknya demi keuntungannya sendiri dan demi harta dunia yang dikejarnya…Kenapa, kenapa tidak kamu saja yang jadi tumbalnya, heh?”, bentak Iskandar dengan tangan yang dikepalkan seolah-oleh menahan amarah untuk tidak memukul istrinya.
“Demi keuntungan sendiri katamu? Bukankah kamu juga ikut menikmati kekayaan ini…”, jawab Rohaya berusaha membela diri.
“Iya, aku akui bahwa aku juga menikmatinya tapi itu semua tanpa sepengetahuanku. Jika saja aku tahu dari awal, aku tak sudi memakan harta yang kau dapatkan ini.”, jawab Iskandar dengan nafsu amarah yang menggebu-gebu.
Ditengah pertengkaran hebat itu, tiba-tiba Budi dan Andi terbangun dari tidurnya, begitu pula si kecil, Sugianto, ia merengek, menangis memanggil-manggil ibunya. Segera Rohaya menemui Sugianto dikamarnya dan memeluknya erat-erat. Iskandar pun langsung mengikuti istrinya, lalu berkata :
“Cepat katakan, kapan makhluk sialan itu akan datang? Cepat!”, ujar Iskandar kepada istrinya itu.
“Nanti, pertengahan malam!”, jawab Rohaya yang kemudian menciumi kening anak bungsunya itu.
Spontan Iskandar pun langsung menuju dapur lalu mengambil golok panjang miliknya yang sudah ia asah ketika pagi tadi dan langsung diikatkan dipinggangnya. Sedangkan aku segera meraih tangan Budi dan Andi lalu membawanya ke kamar, menyuruh mereka untuk tidur karena ini adalah urusan orangtua, anak-anak tidak boleh ikut campur. Aku berusaha menenangkan kedua anak itu dan meyakinkan mereka bahwa tidak terjadi apa-apa, ibu dan ayahnya hanya bertengkar biasa saja, nanti juga baikan lagi. Akhirnya, setelah beberapa lama kemudia kedua anak itu pun tertidur kembali dengan pulasnya. Aku pun lalu keluar kamar dan menutup pintu kamar tersebut, langsung saja aku menemui Iskandar yang dari tadi terus memperhatikan jam yang telah menunjukkan pukul 11.30 malam sambil terus menerus memegang golok panjangnya itu.
“Nak…”, sapaku dengan lemah lembut.
“Diamlah, bu! Aku sedang tak mau diajak bicara…”, jawabnya dengan tegas.
Mendengar jawabannya, aku pun langsung menuju ruang tamu, duduk disana, dan menangis sejadi-jadinya, tak bisa menahan haru di dada. Selama 30 menit lamanya, kami hanya berdiam diri, tidak ada seorang pun yang berbicara. Tiba-tiba, ditengah keheningan itu, terdengarlah suara teriakan dari kamar Rohaya, teriakan itu memecah kesunyian malam. Mendengar istrinya berteriak seperti itu, Iskandar langsung berlari menuju kamar dan mendapati seekor buaya putih besar berada di kamar itu, entah darimana datangnya dan bagaimana cara masuknya.
“Cepat, cepat bawa Sugianto keluar dari kamar, biar aku yang menghadapi makhluk sialan ini…”, ujar Iskandar sambil membuka golok panjang dari sarungnya, pantulan cahaya lampu kamar saat itu begitu tepat mengenai golok itu sehingga terlihat sangat mengkilat.
“Ghrrrrrr……Ghrrrrrrr….Ghrrrrrr….”, suara buaya putih itu berusaha untuk menggertak Iskandar.
Ekor buaya itu terus berkibas-kibas layaknya pecut yang siap untuk dipecutkan. Dan akhirnya, buaya itu pun menyerang Iskandar dengan ekornya yang panjang itu. Iskandar pun menahan serangan buaya itu dengan goloknya. Iskandar pun balik menyerang buaya itu dengan segera,
“Hyaaaa….”, teriakan Iskandar mengarahkan pukulan golok tajam itu ke arah tubuh buaya putih itu tetapi buaya itu tidak terluka sedikit pun, malah iskandar lah yang terpental hingga goloknya pun terlepas dari tangannya.
Dengan serta merta, buaya itu langsung menyerang Iskandar, ia berhasil menggigit paha Iskandar. Iskandar maraung-raung kesakitan, aku dan Rohaya hanya bisa terpaku tidak bisa berbuat apa-apa. Iskandar pun kemudian memegang mulut buaya putih yang dipenuhi gigi runcing itu dengan kedua tangannya, berusaha untuk membuka mulut buaya itu. Namun, buaya itu terus saja melawan sehingga dua jari tangan kanan iskandar pun putus dibuatnya. Iskandar berusaha lagi untuk melawan, ia berusaha menggapai golok miliknya yang terpental tadi yang tidak jauh dari tubuhnya. Setelah berhasil didapatkan, Iskandar mengayunkannya dengan tangan kiri ke kepala buaya itu hingga buaya itu terlihat kesakitan dan melepaskan gigitannya pada paha Iskandar. Dalam keadaan itu, Iskandar berusaha untuk berdiri padahal paha kirinya itu sudah terkoyak dan darah pun berkucur begitu deras, bekas gigitan buaya tadi. Setelah berhasil berdiri, Iskandar pun memegang goloknya erat-erat dengan tangan kirinya, berjaga-jaga kalau-kalau buaya itu menyerang kembali. Namun, ternyata diluar perkiraan, buaya putih itu tidak menyerang lagi, buaya itu malah menghilang bagai asap putih yang ditiup oleh angin. Ya…buaya itu telah pergi yang berarti sebagai pertanda bahwa teror telah usai dan perjanjian telah dibatalkan.
Melihat keadaan suaminya yang terluka parah itu, Rohaya memberikan Sugianto kepadaku, ia langsung menuju suaminya dan membopongnya ke luar kamar dan langsung mendudukannya di kursi sedangkan darah masih terus saja mengalir dari tangan dan juga paha Iskandar.
“Neng, cepat bawa suamimu segera ke puskesmas sebelum dia kehabisan darah…”, perintahku pada anakku.
Rohaya pun menghidupkan motornya, dan langsung membawa suaminya ke puskesmas yang memang saat itu buka selama 24 jam.
****
“Kukuruyuk…kukuruyuk…”, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, pagi pun telah tiba. Iskandar yang tadi malam dibawa ke puskesmas pun sekarang dibawa ke rumah sakit karena lukanya terlalu serius. Dan baru diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit setelah luka-lukanya kering.
Disisi lain, masyarakat kampung terus bertanya-tanya tentang keadaan Iskandar yang selama beberapa minggu ini tidak kelihatan batang hidungnya, biasanya mereka melihatnya sedang nongkrong di depan rumah. Untuk menutupi kejadian mengerikan itu, aku mengatakan kepada mereka bahwa Iskandar mengalami kecelakaan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Aku yakinkan mereka yang hendak menjenguk bahwa luka yang dialami Iskandar tidak terlalu parah sehingga sebentar lagi pun akan segera pulang. Dan sejak saat itulah, perekonomian keluarga mulai hancur, percekcokan semakin sering terjadi antara Iskandar dan Rohaya, yah…seperti yang kamu lihat sekarang, semuanya telah hancur, semuanya telah musnah, kekayaan yang tadinya diagung-agungkan pun sekarang telah tiada, sekarang kembali seperti semula, kembali menjadi cepot lagi.
Rabu, 01 Mei 2013
Kisah Mistis Batu Merah Delima
|
Kami selaku penulis ingin membuka jati diri lewat pengalaman dunia supranatural, yaitu bercerita tentang kefadholan (keutamaan) suatu benda yang mempunyai karomah tinggi, berupa pengulasan kekuatan baut merah delima. MD atau merah delima adalah batu yg sangat berharga. Biasanya kecil warna merah(bila masih muda) atau merah kehitam2an yg ditengahnya ada titik putih menyerupai biji delima. Keistimewaan merah delima : 1. Kebal dari senjata apapun baik yg zohir maupun yg ghoib. 2. Pengobatan untuk semua penyakit. 3. Yg memiliki menjadi supranatural yg Handal. 4. Mampu merubah air dlm gelas menjadi merah darah(ingat yg asli berubahnya perlahan dan lebih dari 1 gelas). Dalam pengupasan dunia supranatural, kita tidak bisa hanya berpegang dalam satu ilmu syar'i saja, melainkan harus memahami tentang ilmu tauhid/ilahiyah. Sebab, bila kita hanya berpegang dalam satu hijjah/hukum fiqih semata, maka pemahaman kita hanya sebatas syirik, musyrik dalam menanggapi arti supranatural, yang kian berkembang. Sesungguhnya dalam ma’rifatul ilmi, sudah jelas diterangkan, bahwa siapapun ahli batin yang mau terus mendekatkan dirinya pada Allah SWT, lewat kedzuhudan, tirakat, keikhlasan dan kesabaran hati, maka sebagai mempermudah jalannya, Allah SWT akan mengutus para malaikat, nabi dan waliyullah, untuk memberikan suatu ilmu. Walmaritatul karomah, dengan jalan orang itu akan selalu diberikan wujud ilmu yang berupa tahkikul wujud. Seperti, batu merah delima, shafir, yaman dan lain sebagainya. Cara seperti ini pernah kualami lewat bimbingan sang guru mursyid kamil ma’rifatillah, Habib Syekh Al-Adzomatul Khon. Saat dibimbing ilmu wahdatul wujud, di masjid Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon. Nah, dari proses perjalanan yang kulami, pada suatu kontemplasi, sahabat Ali r.a. datang dikamarku dan memberikan sebutir batu merah delima, sebagai perjalanan menuju ilmu yang lebih tinggi. Dua bulan kemudian, Nabiyullah Khidir as, juga memberikan satu buah batu merah delima. Lalu dilain waktu, Mbah Kuwu Cakra Buana, Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani dan yang terakhir Abi Khanjeng Sunan Gunung Jati, ketiganya juga memberikan batu merah delima yang sama. Dari kelima batu merah delima tersebut, bertahun-tahun aku menyimpannya. Dan hanya bila diperlukan saya, piranti itu baru bisa digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan salah satu dari mereka yang memberikan. Sebagai pembuktian dari kekuatan khodam yang terkandung didalam batu merah delima yang kupunya, pernah pada suatu hari, aku kedatangan tiga kyai asal Jawa Tengah. Juga tanpa mengurangi keyakinanku untuk selalu memohon kepada Allah SWT, pada waktu itu, entah dari mana kyai Muhtar beserta dua rekannya yang sama berprofesi sebagai ulama khosis, yaitu kyai Aziz dari daerah Lumajang dan kyai Hasan Bisyri dari Rembang. Mereka ingin meminjam pusaka BEDOR BATU KOPLAK asal pemberian dari Prabu Kian Santang, putera dari Prabu Siliwangi, Padjajaran. Setelah mufakat, sejodoh batu koplak tersebut dibawanya. Dan sebagai tanggung jawabnya, salah satu kepercayaanku ikut serta dalam mendampingi mereka. Menurut orang kepercayaanku yang ikut bersama mereka, ternyata sejodoh batu koplak dibawa ke sebuah rumah kosong, yang mungkin sudah dipersiapkan sebelumnya untuk dijadikan tempat ritual mendatangkan dana gaib. Tepatnya, diperbatasan antara Cirebon-Kuningan. Masih seputar cerita temanku. Bahwa malam itu, tepatnya pukul 24.30 wib. Mereka bertiga mengadakan sebuah ritual khusus dirumah kosong tersebut. Dan pada jam 03.00 dini hari, tiba-tiba dari atas terdengar suatu bising seperti benda jatuh saling berurutan tiada henti-hentinya. Ternyata, benda yang jatuh tadi berupa uang lembaran 100.000, banyaknya tiada bisa terhitung. Namun, baru saja salah satu dari mereka mau menutupnya dengan do’a, tiba-tiba ketiganya terlempar dengan kerasnya dan pada akhirnya dari kejadian itu, uang yang begitu banyaknya berserakan raib kembali karena belum sempat dikunci. Lantas, bagaimana nasib ketiga kyai tersebut? Setelah lampu rumah dinyalakan, hanya kyai mukhtar-lah yang masih sadar. Sedangkan kyai Hasan Bisyri sendiri pingsan, dan kyai Aziz meninggal. Lewat isyarat yang diterima oleh kyai Mukhtar, temanku disuruh cepat-cepat menemuiku untuk menceritakan sebenarnya. Hari itu juga aku berangkat menuju kelokasi yang menjadi melapetaka. Singkat cerita, lewat batu merah delima dari pemberian Kanjeng Abi Syekh Syarif Hidayatullah yang dimasukkan dalam air mineral dan air tersebut dicipratkan ke tubuh kyai Hasan Bisyri, beliau langsung siuman. Tanpa mengurangi keyakinanku untuk selalu memohon kepada Allah SWT, air batu merah delima tadi kucipratkan pula ketubuh kyai Aziz yang sudah agak membiru karena sudah lama pingsannya. Apa yang terjadi? Subhanallah. Lewat keagungan Allah SWT, kyai Aziz hidup kembali dari kematian. Maha Besar Allah atas segala karunia yang dilimpahkan lewat karomah batu merah delima dari pemberian Abi Kanjeng Syekh Syarif Hidayutullah. Cerita lain kekuatan batu merah delima pemberian Mbah Kuwu Cakra Buana. Suatu hari, lewat perantara pak Ahmad asal daerah Sawo Jajar, Brebes, Jawa Tengah. Batu itu ingin dibelinya oleh salah satu pejabat negara asal Purwakarta dengan mas kawin 5 miliyar. Namun pada kenyataannya, Pak Ahmad menghibahkan batu itu seharga 21 miliyar padanya. Awalnya, transaksi tersebut berjalan dengan mulus, namun saat mau mengambil uang di Bank, tiba-tiba keempat ban mobil pecah. Dari kejadian itu, secara gaib ada yang membisikkan ke telingaku, bahwa tansaksi ini tidak mulus adanya. Pada akhirnya transaksi pun dibatalkan. Berbeda dengan kekuatan yang ada pada batu merah delima pemberian dari Syekh Abdul Qadir Jaelani. Batu ini mempunyai tuah untuk memuluskan suatu pemilihan jabatan, seperti; presiden, gubernur, bupati dan lainnya. Batu merah delima nii juga pernah dipegang dahulunya oleh seorang Waliyullah Kamil, Syekh Qurratul Ain, Kerawang, Jawa Barat. Namun pada tahun 1724 M. Batu itu dipasrahkan kepada Ulama kharismatik asal daerah Brebes, Jawa Tengah, Abah Soleh. Tapi sayang? Satu tahun kemudian, Abah Soleh pun pulang kerahmatullah. Dari keturunan Abah Soleh, hanya pak Jaya yang diwariskan batu merah delima itu. Dan berkat karomahnya, Pak Jaya akhirnya menjabat sebagai Bupati Brebes yang pertama. Sumber : misteri |
Makam Soeharto Punya Cerita Mistis
Ternyata kedua makam tersebut memiliki daya mistis dalam sejarah perjalananya. Muncul mitos bahwa makam tersebut merupakan tempat sakral.
"Beberapa kejadian dan fenomena mistis yang saya alami, maupun para penjaga makam lainnya, membuktikan keberadaan makam ini patut diperhitungkan," ujar juru kunci Astana Giribangun, Sukirno kepada merdeka.com, Senin (4/3).
Menurut Sukirno, beberapa peristiwa dan fenomena mistis aneh terjadi menjelang penggalian makam Soeharto. Suasana pemakaman Soeharto di Astana Giribangun kala itu sangat redup, tak ada awan, dengan hembusan angin yang pelan.
"Saat itu suasananya sangat tenang, seolah-olah bumi ini menyambut kedatangan jasad pak Soeharto," katanya.
Banyak cerita mistis yang diceritakan pria kelahiran Karanganyar 17 Februari 1953 tersebut. Kepada merdeka.com Sukirno yang bekerja sejak tahun 1976 tersebut mengatakan, beberapa bulan sebelum kematian Soeharto, terjadi longsor mendadak di bawah Perbukitan Astana Giribangun, ketika cuaca sedang tidak buruk.
Pengalaman Sukirno dan 32 anak buahnya yang paling menegangkan, terjadi tahun 1998, saat bergulirnya gerakan reformasi. Kekuasaan Soeharto mulai dirongrong dan berujung tumbangnya rezim Orde Baru.
"Saat itu banyak hujatan dan dan ancaman yang ingin mengadili Soeharto beserta keluarganya. Termasuk juga ancaman pengerusakan Astana Giribangun. Kami takut dan was-was. Tapi semua kami serahkan pada yang Kuasa," katanya.
Namun ancaman-ancaman tersebut, lanjut Sukirno, tidak terbukti. Semua itu berkat bantuan warga sekitar Astana yang ikut mengamankan makam.
"Saat itu sudah ada ribuan orang yang dikabarkan akan menyerang kami, siap dengan batu dan peralatan lain. Tapi anehnya tak pernah sekalipun mereka hendak melempari Astana dan merusak bangunan makam," ujar Sukirno.
Atas peristiwa tersebut Sukirno berkeyakinan, bahwa Allah melalui arwah para leluhur raja Mangkunegaran datang dan melindungi. Dirinya yakin arwah leluhur bagi orang Jawa masih bersemayam dan jika dalam situasi darurat akan muncul dan melakukan perlindungan.
Sukirno menjelaskan, sebelum dimakamkan pada Minggu Wage, 27 Januari 2008 setelah Azan Asar sekitar pukul 15.30 WIB, keluarga besar Soeharto terlebih dulu melakukan upacara Bedah Bumi, yakni dengan menancapkan linggis ke tanah pemakaman sebanyak tiga kali. Upacara yang dipimpin oleh Begug Purnomosidi mantan Bupati Wonogiri ini bertujuan agar penggalian dapat berjalan lancar dan selamat.
"Saat itu pada penancapan yang pertama dan kedua, tidak terjadi apa apa. Namun, saat penancapan ketiga ada kejadian yang membuat merinding bulu kuduk. Tiba-tiba terdengar suara seperti ledakan, sangat keras bergema di atas kepala kami," ungkap Sukirno.
Mendengar bunyi tersebut, lanjut Sukirno, para penggali makam dan orang-orang di sekitarnya sontak kaget dan ketakutan. Mereka bingung dan mencari-cari dari mana asal suara menggelegar itu.Namun tak menemukannya.
Atas kejadian tersebut, para penggali makam menganggapnya sebagai suara gaib. Mereka beranggapan bumi telah menerima kedatangan jasad Soeharto.
"Saat itu banyak orang, bahkan pejabat yang datang. Semua terdiam, terpaku dan bingung. Kata pak Begug, bumi telah mengisyaratkan penerimaan terhadap jenazah pak Soeharto," tutur Sukirno.
Tak hanya pengalaman pribadinya dan para pekerja di Astana. Sukirno juga mengungkapkan, bahwa para peziarah maupun warga sekitar sering mengalami hal serupa.
"Kejadian-kejadian aneh juga sering dialami peziarah. Tak hanya malam hari, siang pun bisa terjadi. Bagi kami, saat berkunjung ke sini hendaklah membersihkan pikiran kita dulu. Jangan meminta pada jazad pak Soeharto atau semua yang sudah meninggal, tapi berdoalah pada Allah SWT," pungkasnya.
Sumber : www.merdeka.com
Langganan:
Postingan (Atom)