Senin, 02 Desember 2013

Beragam Kisah Mistik Pendaki Gunung Semeru


Unung Kepolo dan Kalimati dilihat dari lereng Semeru (Foto: Hari/Okezone)

CERITA yang bisa menjadi pelajaran lainnya terjadi pada 2011-an. Ketika itu, ada rombongan pendaki dari Jawa Barat yang sedang ingin naik ke puncak Mahameru.

Mereka sengaja mendirikan tenda di kawasan Arcapadha agar lebih dekat menuju puncak Mahameru. Selama perjalanan ke Arcapadha, tidak ada hal-hal yang menonjol. Bahkan, sampai tengah malam dan beberapa anggota kelompok menuju puncak, tinggal tiga orang yang berada di tenda. Salah satunya adalah Nita.

Ia berada di tenda bersama seniornya. Hingga dini hari suasana masih khas hutan pinus di malam hari. Hewan malam juga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sampai sekira pukul 04.00 WIB, sayup-sayup Nita mendengar suara gamelan Jawa dari kejauhan atau dari kedalaman jurang Blank 75. Terdengar jauh, namun cukup jelas di telinga dengan durasi yang lumayan lama. Nita dan seniornya memilih diam di dalam tenda sambil menunggu rombongan turun dari puncak.

Namun, peristiwa lain terjadi ketika ada salah satu rombongan yang turun duluan berteriak ke tenda minta bantuan. Ia minta bantuan karena salah satu anggota perempuan kesurupan ketika melewati vegetasi terakhir atau daerah Kelik. Di Kelik, memang sering terjadi pendaki terjatuh, hilang, atau tersesat. Beberapa batu penanda in memoriam terpasang di sana.

Setelah sampai di Arcapadha, perempuan asal Kalimantan itu kesurupan dua jin dan mengenalkan dirinya dengan dua nama, laki-laki dan perempuan. “Satu mengaku bernama Pratiwi, satunya lagi lupa tapi selalu mau dipanggil Ganteng,” kata Nita kepada Okezone.

Seramnya, dua makhluk yang ‘masuk’ itu meminta raga temannya untuk ikut bersamanya. Mereka memberikan pilihan, perempuan itu atau Nita yang ikut. Nita mengaku langsung merinding, bergetar, dan belum berani lagi mendaki ke Semeru hingga sekarang.

Nita melanjutkan, setelah semua barang dan tenda dikemas, mereka akhirnya memilih untuk secepatnya turun menuju Kalimati. Sepanjang perjalanan, dia masih kerasukan, dan kembali sadar di Kalimati karena kelelahan.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Ranu Kumbolo. Di tengah-tengah perjalanan, perempuan tadi kesurupan lagi dan lari kencang serta meloncati pohon besar yang tumbang. Pendaratan dilakukan dengan dua kaki dan dua tangannya seperti kijang. Ia kemudian terkejar oleh rombongan lainnya. Mereka lalu mempercepat perjalanan ke Ranu Kumbolo.

Di Ranu Kumbolo, mereka memutuskan untuk bermalam lagi. Meski kelihatan sadar, kondisi perempuan tadi seperti masih dirasuki. Teman-temannya yang jaga di dalam satu tenda merasakan hawa panas. Bahkan, saat foto-foto di pagi harinya juga tatapan matanya tidak seperti biasa.

Perjalanan dilanjutkan ke Ranu Pane, tapi di tangah jalan, tepatnya setelah pos 1, perempuan itu kembali lepas dan berlari kencang seperti kijang, melompati pohon besar yang  melintang di tengah jalan. Anggota rombongan laki-laki mengejar semampunya karena khawatir hilang. Beruntung, dia akhirnya bisa terkejar dan dipegang oleh teman-temannya.

Menurut Nita, temannya tersebut masih kerasukan meski sudah di dalam kereta api menuju Jawa Barat, bahkan ia akhirnya diantar teman sesama daerahnya untuk pulang ke Kalimantan dan disembuhkan di tanah kelahirannya. Nita juga menceritakan jika saat temannya kesurupan di sekitar kawasan Kelik, dirinya sempat berpapasan dengan pendaki lain yang mengurungkan niat mendaki ke puncak.

Pendaki itu bilang jika ada yang mengancam kalau dirinya naik akan tewas di atas dengan tertimpa batu besar yang menggelinding dari atas. Ia memutuskan untuk kembali turun bersama rombongan Nita dan membatalkan ke puncak.

“Memang benar ada batu besar yang menggelinding dari atas,” ujar Nita.

Dari cerita teman-temannya, kemungkinan temannya yang kesurupan itu mempuncai ‘pegangan’ dan ingin dimiliki penghuni hutan Semeru, ada juga yang bilang temannya itu sering bengong, juga karena faktor haid.

Namun, semua gunung mempunyai misteri tersendiri, hendaknya mendaki dengan sopan dan tidak mengganggu apapun yang ada di setiap gunung yang didaki. Alam, jin, manusia, serta semua ekosistem di pegunungan adalah ciptaan Yang Maha Kuasa. Seyogyanya, selalu berdo’a dan ingat kepada-Nya, tidak berbicara kotor, serta tidak sombong tatkala sampai ke puncak gunung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar