Magelang-IM. Cerita Mistik Asal Muasal Kota Magelang. Setiap kota di bumi pertiwi ini selalu ada cerita mistiknya. Kali ini, Tim Anjangsana akan menyajikan Cerita Mistik Riwayat Kota Magelang. Saat ini, kota Magelang telah menjadi sebuah kota yang amat terkenal di dunia dengan candi Borobudurnya. Ada beberapa akronim yang mengaitkan nama kota Magelang. Namun yang paling banyak dipercaya adalah peristiwa semasa perebutan kekuasaan antara Mas Karebet dengan Haryo Penangsang. Kisah ini menjadi semacam legenda atau cerita mistik asal muasal kota Magelang tersebut.
Konon, saat tragedi peperangan perebutan kekuasaan karena lengsernya Sultan Demak dari keprabon, timbul banyak intrik yang meminta tumbal nyawa begitu banyak. Gesekan politik dan kekuasaan ini sama kuatnya antara Mas Karebet dan Haryo Penangsang.
Dalam puncak peperangan, Mas Karebet mengutus putra angkatnya, Danang Sutowijoyo untuk menghadapi Haryo Penangsang. Kepergian Haryo Penangsang direstui dalam wujud dibekali pusaka Tombak Kanjeng Kyai Pleret yang terkenal sangat ampuh, serta didamping oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani. Dalam pertempuran, Haryo Penangsang dapat dikalahkan.
Sebagai hadiah kemenangannya, pada Danang Sutowijoyo diberi areal hutan yang terkenal gawat, yaitu Alas Mentaok. Setelah menjadi kota setingkat Kadipaten dan diberi nama Mataram, hutan ini pun mengalami perkembangan yang teramat pesat. Hal ini membuat petinggi Pajang iri dan memfitnah Danang Sutowijoyo akan memberontak kepada Keraton Pajang. Hasutan itu berhasil. Sultan Pajang mulai jauh dengan Danang Sutowijoyo yang sudah berganti nama kebesaran menjadi Panembahan Senopati.
Sebagai persiapan, agar bila digempur Pajang tidak kalah, secara diam-diam Panembahan Senopati membentuk pasukan pendem yang dilatih di Hutan Kedu yang sangat angker, dan merupakan kerajaan siluman dibawah pimpinan raja siluman Prabu Sepanjang.
Untuk membuka kewingitan hutan Kedu, titah diberikan kepada Pangeran Purboyo, putra Panembahan Senopati, dan didampingi dua pengawal pribadi yang merupakan saudaranya, yakni : Raden Kuning dan Raden Krincing. Tak lupa turut serta dua abdi pilih tanding, yakni Tumenggung Mertoyudo dan Tumenggung Singoranu.
Di hutan Kedu pasukan Mataram banyak mengalami gangguan dari para silumanyaitu penyakit aneh, sore sakit esoknya mati. Namun beruntung, Raden Kuning yang waskita dapat melihat wujud para siluman. Dengan kesaktiannya, maka para jin pun jadi kalang kabut dan melarikan diri, termasuk Prabu Sepanjang. Mereka diburu oleh pasukan Mataram di bawah pimpinan Raden Kuning, lalu Saat pengejaran inilah Raden Kuning bertemu dengan Putri Rantam, anak dari Kyai Kramat dan Nyai Bogem. Raden Kuning malah lupa pada tugasnya mengejar Prabu Sepanjang dan anak buahnya. Dia malah memilih menikah dengan wanita jelita itu.
Saat pesta berlangsung, Prabu Sepanjang merenungi nasibnya di bawah pohon beringin besar di dekat rumah Kyai Kramat. Prabu Sepanjang menemukan ide untuk merubah wujudnya menjadi manusia yang bernama Sonta, dan mengabdi diri pada Kyai Kramat.
Singkat cerita, tanpa curiga sedikitpun Kyai Kramat menerima pengabdian pemuda bernama Sonta itu, Mulailah Sonta menebarkan dendamnya dengan teror penyakit aneh yang mematikan.
Peristiwa ini sampai juga ke telinga Pangeran Purbaya. Dalam semedinya, sang Pangeran berhasil ditemui Kanjeng Ratu Kidul. Sang Ratu memberi tahu kalau semua kemalangan itu adalah akibat ulah manusia jejadian yang bernama Sonta. Setelah mendengar berita itu, Kyai Kramat pun dipanggil oleh Pangeran Purbaya untuk menghadap. Dia diberi penjelasan mengenai masalah ini.
Mendengar hal itu, Kyai Kramat murka. Akhirnya terjadilah kejar mengejar dan pertempuran. Dalam pertempuran ini Kyai Kramat terbunuh oleh Sonta.
Melihat suami tercinta mati terbunuh oleh Sonta, Nyai Bogem, yang dikenal sebagai pendekar wanita sakti ini berniat menuntut balas. Dia pun mengejar Sonta. Namun, nasib naas juga menimpa Nyai Bogem. Dia juga berhasil dibunuh oleh Sonta.
Melihat tragedi tersebut, Pangeran Purbaya memerintahkan Tumenggung Mertoyudo untuk mengejar dan membunuh Sonta. Sayangnya senopati perkasa inipun bukan lawan tanding Sonta. Dia berkalang tanah sebagai Ksatriatama.
Melihat kondisi seperti ini, daripada korban jatuh lebih banyak, akhirnya Pangeran Purbaya turun tangan untuk menghadapi Sonta. Ahli strategi perang ini tak gegabah menghadapi Sonta yang digdaya. Tempat bertahan Sonta di sebuah bukit dikepung dengan strategi perang “Tepung Gelang”, atau melingkar. Di puncak bukit itulah perang tanding antara Sonta dan Pangeran Purbaya terjadi. Cerita inipun berakhir dengan kematian Sonta di tangan Pangeran Purbaya.
Setelah terkapar, jasad Sonta yang bersimbah darah di tanah tiba-tiba hilang dan berubah menjadu Prabu Sepanjang. Celakanya dia bisa hidup lagi. Maka, terjadi lagi perang tanding seri kedua. namun lagi-lagi Pangeran Purbaya yang memenangkan pertempuran. Prabu Sepanjang kembali mati. Anehnya, begitu jatuh ketanah tubuhnya berubah wujud menjadi lebih mengerikan dan menimbulkan asap yang tebal.
Hilangnya asap berganti kejadian yang lebih hebat lagi. Seluruh wilayah Kedu menjadi gelap gulita. Hal ini berlangsung cukup lama. Saat terang muncul kembali, tubuh Prabu Sepanjang sudah tak ada. Yang tertinggal hanyalah sebilah tombak dengan tangkai yang cukup panjang.
Rupanya Prabu Sepanjang adalah jelmaan sebuah pusaka tombak yang super sakti. Oleh Pangeran Purbaya tombak itu dikubur diatas bukit itu juga. Lalu, sebelum pergi Pangeran Purbaya berkata, “Siapa saja yang bertapa disini dan dapat merentangkan tangannya pada kubur ini, maka, segala keinginannya akan terkabul.”
Sejak itulah tempat ini dijadikan ajang ziarah oleh para penganut aliran kebatinan. Mereka benar-benar percaya dengan peristiwa itu. Makam inipun dikenal dengan sebutan makam panjang. Sedangkan mereka yag gugur saat melawan Prabu Sepanjang nama-namanya diabadikan di kota Magelang ini. Tempat Kyai Kramat dibunuh dan dikubur dinamakan Desa Kramat. Sedang tempat Nyai Bogem dibunuh dinamakan Desa Bogem.
Dimana Tumenggung Mertoyudo wafat terbunuh, dinamakan Desa Mertoyudan. Raden Krincing tewas dinamakan Desa Krincing. Sedang nama Magelang sendiri diambil dari kata Tepung Gelang yang artinya mengepung rapat seperti gelang. Seiring perjalanan sang waktu, akhirnya oleh masyarakat lafal nama Tepung Gelang berubah menjadi Magelang. Hingga sekarang, tempat ini berubah menjadi sebuah kota yang amat terkenal di dunia dengan candi Borobudurnya. Wallau A’lam Bis-Shawab (SB)
Konon, saat tragedi peperangan perebutan kekuasaan karena lengsernya Sultan Demak dari keprabon, timbul banyak intrik yang meminta tumbal nyawa begitu banyak. Gesekan politik dan kekuasaan ini sama kuatnya antara Mas Karebet dan Haryo Penangsang.
Dalam puncak peperangan, Mas Karebet mengutus putra angkatnya, Danang Sutowijoyo untuk menghadapi Haryo Penangsang. Kepergian Haryo Penangsang direstui dalam wujud dibekali pusaka Tombak Kanjeng Kyai Pleret yang terkenal sangat ampuh, serta didamping oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani. Dalam pertempuran, Haryo Penangsang dapat dikalahkan.
Sebagai hadiah kemenangannya, pada Danang Sutowijoyo diberi areal hutan yang terkenal gawat, yaitu Alas Mentaok. Setelah menjadi kota setingkat Kadipaten dan diberi nama Mataram, hutan ini pun mengalami perkembangan yang teramat pesat. Hal ini membuat petinggi Pajang iri dan memfitnah Danang Sutowijoyo akan memberontak kepada Keraton Pajang. Hasutan itu berhasil. Sultan Pajang mulai jauh dengan Danang Sutowijoyo yang sudah berganti nama kebesaran menjadi Panembahan Senopati.
Sebagai persiapan, agar bila digempur Pajang tidak kalah, secara diam-diam Panembahan Senopati membentuk pasukan pendem yang dilatih di Hutan Kedu yang sangat angker, dan merupakan kerajaan siluman dibawah pimpinan raja siluman Prabu Sepanjang.
Untuk membuka kewingitan hutan Kedu, titah diberikan kepada Pangeran Purboyo, putra Panembahan Senopati, dan didampingi dua pengawal pribadi yang merupakan saudaranya, yakni : Raden Kuning dan Raden Krincing. Tak lupa turut serta dua abdi pilih tanding, yakni Tumenggung Mertoyudo dan Tumenggung Singoranu.
Di hutan Kedu pasukan Mataram banyak mengalami gangguan dari para silumanyaitu penyakit aneh, sore sakit esoknya mati. Namun beruntung, Raden Kuning yang waskita dapat melihat wujud para siluman. Dengan kesaktiannya, maka para jin pun jadi kalang kabut dan melarikan diri, termasuk Prabu Sepanjang. Mereka diburu oleh pasukan Mataram di bawah pimpinan Raden Kuning, lalu Saat pengejaran inilah Raden Kuning bertemu dengan Putri Rantam, anak dari Kyai Kramat dan Nyai Bogem. Raden Kuning malah lupa pada tugasnya mengejar Prabu Sepanjang dan anak buahnya. Dia malah memilih menikah dengan wanita jelita itu.
Saat pesta berlangsung, Prabu Sepanjang merenungi nasibnya di bawah pohon beringin besar di dekat rumah Kyai Kramat. Prabu Sepanjang menemukan ide untuk merubah wujudnya menjadi manusia yang bernama Sonta, dan mengabdi diri pada Kyai Kramat.
Singkat cerita, tanpa curiga sedikitpun Kyai Kramat menerima pengabdian pemuda bernama Sonta itu, Mulailah Sonta menebarkan dendamnya dengan teror penyakit aneh yang mematikan.
Peristiwa ini sampai juga ke telinga Pangeran Purbaya. Dalam semedinya, sang Pangeran berhasil ditemui Kanjeng Ratu Kidul. Sang Ratu memberi tahu kalau semua kemalangan itu adalah akibat ulah manusia jejadian yang bernama Sonta. Setelah mendengar berita itu, Kyai Kramat pun dipanggil oleh Pangeran Purbaya untuk menghadap. Dia diberi penjelasan mengenai masalah ini.
Mendengar hal itu, Kyai Kramat murka. Akhirnya terjadilah kejar mengejar dan pertempuran. Dalam pertempuran ini Kyai Kramat terbunuh oleh Sonta.
Melihat suami tercinta mati terbunuh oleh Sonta, Nyai Bogem, yang dikenal sebagai pendekar wanita sakti ini berniat menuntut balas. Dia pun mengejar Sonta. Namun, nasib naas juga menimpa Nyai Bogem. Dia juga berhasil dibunuh oleh Sonta.
Melihat tragedi tersebut, Pangeran Purbaya memerintahkan Tumenggung Mertoyudo untuk mengejar dan membunuh Sonta. Sayangnya senopati perkasa inipun bukan lawan tanding Sonta. Dia berkalang tanah sebagai Ksatriatama.
Melihat kondisi seperti ini, daripada korban jatuh lebih banyak, akhirnya Pangeran Purbaya turun tangan untuk menghadapi Sonta. Ahli strategi perang ini tak gegabah menghadapi Sonta yang digdaya. Tempat bertahan Sonta di sebuah bukit dikepung dengan strategi perang “Tepung Gelang”, atau melingkar. Di puncak bukit itulah perang tanding antara Sonta dan Pangeran Purbaya terjadi. Cerita inipun berakhir dengan kematian Sonta di tangan Pangeran Purbaya.
Setelah terkapar, jasad Sonta yang bersimbah darah di tanah tiba-tiba hilang dan berubah menjadu Prabu Sepanjang. Celakanya dia bisa hidup lagi. Maka, terjadi lagi perang tanding seri kedua. namun lagi-lagi Pangeran Purbaya yang memenangkan pertempuran. Prabu Sepanjang kembali mati. Anehnya, begitu jatuh ketanah tubuhnya berubah wujud menjadi lebih mengerikan dan menimbulkan asap yang tebal.
Hilangnya asap berganti kejadian yang lebih hebat lagi. Seluruh wilayah Kedu menjadi gelap gulita. Hal ini berlangsung cukup lama. Saat terang muncul kembali, tubuh Prabu Sepanjang sudah tak ada. Yang tertinggal hanyalah sebilah tombak dengan tangkai yang cukup panjang.
Rupanya Prabu Sepanjang adalah jelmaan sebuah pusaka tombak yang super sakti. Oleh Pangeran Purbaya tombak itu dikubur diatas bukit itu juga. Lalu, sebelum pergi Pangeran Purbaya berkata, “Siapa saja yang bertapa disini dan dapat merentangkan tangannya pada kubur ini, maka, segala keinginannya akan terkabul.”
Sejak itulah tempat ini dijadikan ajang ziarah oleh para penganut aliran kebatinan. Mereka benar-benar percaya dengan peristiwa itu. Makam inipun dikenal dengan sebutan makam panjang. Sedangkan mereka yag gugur saat melawan Prabu Sepanjang nama-namanya diabadikan di kota Magelang ini. Tempat Kyai Kramat dibunuh dan dikubur dinamakan Desa Kramat. Sedang tempat Nyai Bogem dibunuh dinamakan Desa Bogem.
Dimana Tumenggung Mertoyudo wafat terbunuh, dinamakan Desa Mertoyudan. Raden Krincing tewas dinamakan Desa Krincing. Sedang nama Magelang sendiri diambil dari kata Tepung Gelang yang artinya mengepung rapat seperti gelang. Seiring perjalanan sang waktu, akhirnya oleh masyarakat lafal nama Tepung Gelang berubah menjadi Magelang. Hingga sekarang, tempat ini berubah menjadi sebuah kota yang amat terkenal di dunia dengan candi Borobudurnya. Wallau A’lam Bis-Shawab (SB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar