SALAH satu patung yang menjadi tempat persembahyangan.*
CILACAP, (PRLM). Hutan Gunung Selok terletak di Desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Hutan itu berada pada ketinggian 300 meter di atas pemukaan laut (dpl), sekitar 20 km sebelah tenggara Kota Cilacap.
Di sana ada Gunung Selok yang kental dengan kharisma mistiknya. Gunung kecil sekitar 10 km dari Kecamatan Adipala yang berhadapan langsung dengan Pantai Selatan Jawa, kini menjadi wisata spiritual yang dikelola Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur.
Dari atas Gunung Selok, juga dapat melihat keindahan Samudera Hindia yang membentang di sebelah selatan. Kawasan itu sudah puluhan tahun menjadi pusat spiritual kejawen sekaligus beberapa kepercayaan. Tidak hanya itu saja, di sana juga ada petilasan seorang Syeh untuk penganut Islam-Kejawen, agama Hindu, dan Budha. Meski beragam kepercayaan dan idiologi, para jemaatnya bisa hidup berdampingan secara damai.
Begitu memasuki pintu gerbang arah Gunung Selok, dijumpai sebuah bangunan Pura “Mandala Giri” untuk tempat persembahyangan penganut Hindu. Kemudian menyusur jalan beraspal menembus hutan, dengan kemiringan yang cukup tajam. Sampai pada tanah datar terdapat lima pohon pinang (jambe). Di sebelahnya pohon jambe ada bangunan, dikenal sebagai Pedepokan Jambe Lima atau Cemara Seta.
Dlam bangunan padepokan, ada dua makam, yang sangat dirawat, lengkap dengan kelambu, karpet merah untuk duduk orang-orang yang akan ngalap berkah. Di belakang makam terdapat lukisan cukup lebar, gambar, seorang wanita cantik mengenakan kemben pakaian adat Jawa berselendang dengan rambut terurai. Wanita tersebut konon adalah Nyi Roro Kidul sedang berdiri di atas Laut Jawa. Dupa yang masih mengepul makin menguatkan nuansa mistis dan angker.
Pengunjung yang datang bukan hanya masyarakat Cilacap, tapi juga dari sejumlah wilayah di Jateng, Kebumen, Semarang hingga warga Tasikmalaya, dan Ciamis Jawa Barat.
Salah seorang pengunjung Darsep (52) warga Ciamis mengaku, datang ke Jambe Lima karena ada keinginan."Minta penglaris, biar daganganannya laku," katanya malu-malu.
Pedagang barang barang rumah tangga kelilingan hampir setiap tahun datang ke Gunung Selok. Maklum persaingan pedagang serupa sekarang samakin ketat sehingga harus punya 'pegangan'.
Di depan petilasan Jambe Lima terdapat bangunan komplek persembahyangan atau Vihara untuk penganut Budha. Dikenal sebagai Vihara Agung Shang Yang Jati, yang dipimpin seorang biksu Banthe Dharma Teja asal Cilacap.
Pedepokan Agung tersebut berupa komplek bangunan yang didirikan di atas ketinggian 200 mdpl. Ada lima bangunan untuk persembahyangan, sebagai simbol rumah dewa. Seperti rumah Dewa Brahma Ci Men Fu lengkap dengan patungnya. Dewa
Bumi, Dewi Kwan Im dan Dewa Kwan Kong.
Bumi, Dewi Kwan Im dan Dewa Kwan Kong.
Menurut pelayan Bante, Tikun (43), pada Jumat atau Selasa Kliwon pejiarah dari berbagai kota datang ke Vihara, termasuk para Biksu. Bahkan Biksu dari Thailand pernah mengenjungi Bante. "Pada Jumat Kliwon yang datang hingga 20 - 100 orang untuk bersembahyang di sini (Vihara)," kata Tikun
Di komplek tersebut ada tempat ziarah makam Kiai Mahfud Abdurachman (Kiai Somalangu). Untuk ngalap berkah penganut Islam Kejawen Gunung Selok juga ada padepokan yang sengat terkenal, yakni padepokan Jambe Pitu atau pertapaan Ampel Gading, berada di atas petilasan Jambe Lima, menempati puncak paling tinggi di Gunung Selok.
Kendaraan roda empat sulit menembus jalan ke sana, jalannya berkelok-kelok dan naik tajam, di samping itu jalannya rusak. Setelah turun dari kendaraan perjalanan dilajutkan dengan jalan kaki, karena melewati jalan setapak, berupa undak-undakan cukup tinggi.
Meski disebut jambe pitu namun di sana tidak ada pinang berjumlah pitu (tujuh). Tempat tersebut salah satu tempat yang digunakan melestarikan aliran kejawen.
Menurut cucu juru kunci padepokan, Mbah Tomo Wiharjo di komplek Jambe Pitu ada tiga petilasan yang dianggap keramat, yang dikunjungi ribuan peziarah. Petilasan menjadi keramat ada pusakanya seperti Petilasan Sang Hyang Wisnu Murti dengan dua pusakanya yaitu Kembang Wijayakusuma atau Eyang Lengkung Kusuma serta Cakra Baskara atau Eyang Lengkung Cuwiri.(A-99/A-147)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar