Disadur dari ebook risalah tentang atlantis yang berjudul asli “Sangkan Paraning Dumadi” ane mo lanjutin kisah atlantis yang lebih komplit, silahkan dibaca yah gan.. Siapakah Plato? Pertanyaan ini akan dijawab dengan mudah bagi siapapun yang pernah membaca buku filsafat Yunani Klasik. Plato adalah salah satu dari filsuf besar Yunani yang hidup sekitar abad ke-4 SM yang gagasannya banyak dikembangkan oleh era filsafat maupun para pemikir selanjutnya, termasuk gagasan-gagasan keagamaan dikemudian hari yang juga menjadi perhatian Plato dibawah pengaruh Ofirisme Phytagoras. Sedikit banyak, setelah masa filosofis, Plato mentransformaiskan pemikirannya ke wilayah relijius dengan gagasannya tentang Idea dan Cinta atau Eros sebagaipendorong gerak untuk mencari hakikat dari kehidupan. Dalam buku Mohammad Hatta, “Alam Pikiran Yunani’, ia digambarkan sebagai orang paling bijak yang pernah dilahirkan sejak era Phytagoras dan sebelum Aristoteles dilahirkan.
Setidaknya demikianlah yang diyakini oleh mereka yang mengenal benar pikiran Plato. Salah satunya yang kontroversial dan mengundang pertanyaan banyak orang dan para arkeolog adalah hipotesis metaforisnya tentang Atlantis sebagai Benua Yang Tenggelam, yang konon digambarkan Plato sebagai suatu pulau atau anak benua “Nesos” atau “Continent” dimana peradaban manusia masa kini berasal. Demikian tingginya peradaban manusia Atlantis sampai-sampai kesombongan hinggap pada para penduduknya dan dalam sekejap mata menurut taksiran para ahli purbakala yang berminat membuktikan keberadaan Benua Atlantis, benua itu lenyap ditelan tsunami yang sekarang disebut Atlantik. Jadi peristiwa lenyapnya
Atlantis mirip dengan Gempa bawah Laut dan Tsunami yang menimpa Serambi Mekah pada tanggal 26-12-2004 yang lalu. Apa sebenarnya yang tersembunyi benak Plato ketika menguraikan tentang Atlantis, dan apa hubungannya dengan kita yang jauh dari Yunani ini?
Atlantis
Atlantis sebagai suatu gambaran Benua Yang Hilang sebenarnya muncul dalam buku Plato yang diungkapkan dengan format dialog yaitu trilogi “Timaeus” dan “Critias” yang ditulisnya pada tahun 370 SM. Kisah Atlantis diungkapkannya di dialog Timaeus dan Critia meskipun, nampaknya Atlantis merupakan suatu penjelasan tentang Republic sebagai dialog yang menguraikan gagasannya tentang sistem sosial kemasyarakatan yang disebut Republic yang kelak mempengaruhi bentuk-bentuk sistem sosial kenegaraan di masa depan.
Informasi yang disampaikan Plato tentang Atlantis secara garis besar sering ditafsirkan bahwa wilayah yang terletak antara Samudera Atlantik dekat selat Gibraltar sekitar 11.600 sebelum sekarang atau hari ini (jadi sekitar 9000 tahun sebelum masa Plato) mengalami suatu kehancuran besar-besaran karena adanya suatu gejala alam yang menghancurkan. Plato menggambarkan Atlantis sebagai suatu lingkupan daratan dan lautan, dengan istananya yang terletak di bagian tengah yang disebut “Mata Sapi”. Dalam risalahnya itu, Plato sebenarnya menggambarkan serangkaian dialog untuk mengekspresikan gagasannya dengan melalui suatu rangkaian dialog dan perdebatan dari berbagai karakter dalam bukunya itu.
Kata Atlantis dalam bahasa Yunani berati “Pulau Atlas”. Atlas adalah nama Dewa Penyangga Bumi yang namanya sekarang menjadi nama yang khas karena digunakan sebagai buku yang berisi kumpulan peta geografis dunia. Jadi, arti Atlantis sebenarnya secara harfiah adalah Lautan Atlas, atau lautan yang mendukung bumi yang sejatinya menyembunyikan arti “lautan” sebagai “air” di Planet Bumi yang 2/3 diantaranya dikelilingi oleh ‘Air”. Jadi, pengertian metaforis Lautan Atlantis atau Atlantis itu sendiri berkaitan dengan arti dan makna “Kehidupan” yang dikenal oleh manusia di Planet Bumi sebagai realitas atau dimaknai oleh manusia sebagai realitas melalui pengetahuannya dimana realitas itu lahir diatas air sebagai kehidupan yang bertopang pada suatu sendi yang kelak diartikulasikan sebagai Asma, Sifat dan Perbuatan Tuhan yang menjadi bangunan kerajaan Tuhan yaitu Arasy. Dus, dengan demikian yang dimaksudkan dengan Atlantis bukanlah Benua secara harfiah namun manusia dengan pengetahuannya yang mencerap kehidupannya sebagai suatu realitas. Sebagai Atlas, maka Atlantis adalah kumpulan manusia, pengetahuannya, dan peradabannya serta konsekuensi terbaik dan terburuknya yang diungkapkan secara metaforis dengan tenggelamnya Benua Atlantis. Tenggelamnya benua Atlantis sejatinya tenggelamnya manusia karena ditenggelamkan kesombongannya karena ketidakmampuannya mempertahankan keseimbangan tatanan kehidupan sebagai syarat dasar kontinuitas kehidupan itu sendiri yang menjadi ciri Adanya Dia Yang Maha Hidup dan Maha Mematikan.
Gagasan, dialog, dan karakter adalah suatu ciri khas yang muncul dalam tulisan-tulisan Plato untuk menggambarkan suatu realitas yang terpikirkan oleh manusia. Semikian nyatanya dialog tersebut orang pun kemudian sangat dipengaruhi secara sugestif bahwa apa yang diungkapkan Plato mungkin ada benarnya bahwa ada suatu Benua yang saat ini tenggelam ke dasar laut entah dimana, yang disebutnya sebagai Atlantis dimana pengetahuan manusia saat itu sedemikian majunya sampai-sampai kesombongan menyergap penduduk
Atlantis dan negara benua Atlantis pun tenggelam ke dalam lautan. Apakah kisah Plato ini suatu realitas sejarah atau sekedar suatu ungkapan metaforis sampai sejauh ini orang masih memperdebatkannya. Bagi yang demikian yakin, kemudian terjadi perburuan benua Atlantis dengan seabrek bukti dan juga seabrek kisah yang menceritakan romantika Benua Atlantis yang misterius itu.
Namun, nampaknya sangat jarang orang menganggap bahwa apa yang diungkapkan Plato sebenarnya suatu metafora tentang manusia dan sistem inderawinya dan pengetahuannya serta esensi dari moralitas manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan itu sendiri atau menurut Socrates sebagai salah satu tokoh dialog Platonik sebagai “rasionale animal” dengan gambaran yang nyata bahwa pengetahuan itu akhirnya malah membawa kepada kehancuran manusia itu sendiri sebagai suatu kaum yang berakal pikiran. Daniel Dobrowski, seorang pengajar sejarah klasik nampaknya memiliki pandangan yang lebih realistik-filosofis tentang Atlantis. Menurutnya, kisah Atlantis hanya sekedar piranti literatur yang diperkenalkan Plato yang diuraikan untuk memperjelas gagasan Plato tentang negara Ideal (yaitu uraian metaforis dari buku Republic) yang didicptakan dari sudut pandang pikiran Plato. Satu-satunya tempat dimana Atlantis dapat ditemukan adalah di imajinasi akal pikiran Plato yang sangat hidup dan mengilhami. Boleh jadi memang demikianlah adanya, kisah Atlantis yang diuraikan Plato sejatinya adalah suatu pesan tersembunyi berbentuk kisah terselubung yang menjelaskan tentang pergolakan manusia dan lingkunganya dengan berbagai tingkah laku, sistem sosial dan kemajuan peradabannya.
Pada saat Plato menuliskan kisah Atlantis dalam buku Critias dan Tiameuos, wilayah Yunani merupakan pusat perkembangan peradaban manusia yang rasional yang telah dimulai di era filsafat alam Thales sekitar tahun 600 SM.
Sebelum masa hidup Plato sekitar tahun 427-348 SM, terjadi beberapa peristiwa besar dalam sejarah klasik Yunani misalnya gempa bumi di wilayah Sparta pada tahun 469-464 SM telah terjadi ketika negara Sparta dan Athena berada dalam suatu perimbangan kekuatan. Ketika gempa terjadi, sekitar 20.000 penduduk Sparta terbunuh yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan politik di negara Sparta dan tetanggganya. Meskipun demikian, Sparta menolak tawaran bantuan Athena yang menyebabkan terjadinya peningkatan ketegangan politis. Ketegangan ini berpuncak pada tahun 431 SM dengan dimulainya Perang Poloponesia, suatu peperangan selama 25 tahun yang sangat berdarah antara Sparta dan Sekutunya dan Athena dengan sekutunya, peristiwa yang mengilhami kisah-kisah heroik penduduk Sparta ketika menghadapi serbuan Athena dan dikenal sebagai Perang Gempa Bumi.
Setelah terjadinya Perang Poloponesia dan serangan epidemis ketiga yang hebat menimpa Athena, pada tahun 426 SM terjadi gempa bumi yang hebat di wilayah tersebut. Menurut sumber-sumber kuno, disebutkannya bahwa berbagai jenis bangunan runtuh dan ambruk dikarenakan adanya gelombang tsunami dengan jumlah korban ribuan orang. Peristiwa tersebut terkonsentrasi di wilayah Athena Utara, dekat wilayah Lamia saat ini. Tentara Sparta saat itu berada 100 km di sebelah barat Athena disekitar Isthmus Of Corinth dan bersiap untuk menyerbu Athena. Namun, dengan adanya gempa bumi tersebut serangan Sparta menjadi buyar dan akhirnya kembali ke negaranya.
Gempa Bumi dan Tsunami merupakan suatu tragedi dahsyat dimasa itu bahkan sampai hari ini seperti kita ketahui pada tanggal 26-12-2004 yang lalu yang menimpa Serambi Mekah Aceh. Dengan jumlah korban yang mencapai hampir 350 ribu di berbagai wilayah Aceh dan negara-negara sekitarnya, maka tidak mengherankan bahwa peristiwa gempa bawah laut yang diikuti oleh Tsunami disebut oleh para ahli gempa sebagai “Pembunuh Yang Tidak Pernah Gagal”. Ketika gempa melanda wilayah pantai utara Athena, kerusakan yang terjadi digambarkan oleh beberapa ahli sejarah di kemudian hari sebagai suatu gempa yang hebat. Dalam peristiwa tersebut pulau Atalante yang menjadi benteng pertahanan dan pelabuhan laut Athena hancur. Ahli sejarah dikemudian hari seperti Diodorus Siculus (abad ke-1 SM) dan Starbo (abad ke-1 Masehi) melaporkan bahwa Pulau Atalante terbentuk sebagai konsekuensi dari gempa bawah laut yang menimbulkan gelombang Tsunami. Peperangan, gempa bumi dan akhirnya epidemi penyakit pada akhirnya melumpuhkan Athena dan kawasan sekitarnya. Menurut catatan sejarah, Perang Poloponesia secara resmi diakhiri pada tahun 404 SM, meskipun demikian bentrokan kecil masih sering terjadi sampai ditandatanginya nota perdamaian pada tahun 387 SM. Beberapa tahun kemudian, 373 SM di kawasan yang sama terjadi kembali gempa bumi dahsyat yag diikuti dengan tsunami yang merusak wilayah Helike dan Bura, 2 buah kota yang berada di sekitar sebelah utara teluk Corinth, sekitar 150 km dari Athena.
Jadi, dalam kisah Atlantis sebenarnya Plato sedang menggambarkan suatu jiwa manusia yang sifatnya umum yang ada dalam setiap manusia ketika kekuasaan tertinggi mulai dimilikinya, membawa kesenangan, sampai akhirnya membuat manusia lupa diri tentang asal dan usul penciptaannya. Dalam hal ini, Plato sebagai seorang yang bijak sadar benar bagaimana cara untuk mengungkapkan gagasan arketipalnya, gagasan mendasarnya, tentang misi manusia di Planet Bumi yang kemudian diungkapkan dalam bentuk dialog dan kisah didalamnya sebagai meta-imajinasi atau kisah dalam kisah yang kelak menjadi ciri khas bagaimana dalang wayang, sutradara film dan teater mengungkapkan suatu gagasan karena sadar bahwa manusia umumnya lebih menyukai kisah-kisah yang terlihat menjadi sangat mitologik, fantasianik, teaterikal, wayangkulitik, filmologik, dan sinetronik dengan gagasan dasar dunia adalah panggung sandiwara alias Realitas The Matrix. Namun, Plato juga menyadari bahwa kisahnya mesti merupakan suatu pembelajaran yang mendidik supaya manusia menggunakan akal pikiran dan hatinya sehingga ungkapan-ungkapan metaforiknya suatu saat kelak akan dapat mengungkapkannya. Sejarah di sekelilingnya seperti kisah peperangan Sparta dan Yunani, epidemi penyakit, gempa bumi hebat, dan tsunami mengilhaminya untuk melukiskan suatu stereotipe bagaimana manusia berkembang secara komunal dengan membangun negara-negara kota yang satu sama lain akhirnya saling berseteru dan terlibat peperangan, untuk kemudian bencana alam terjadi, dan akhirnya memusnahkan satu kaum dan peradabannya, dengan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menjadi kisah dan legenda yang didengar oleh generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penulisan kisah Atlatis oleh Plato dalam trilogi Republic-Critias-Timaeus menjadi suatu buku dengan model yang bukan sekedar memiliki bukti yang sahih saja, namun juga dari realitas manusia sebagai makhluk sosial yang berada dalam suatu tatanan kemasyarakan yang kelak diungkapkan Plato sebagai Timaeous dan Republic.
Setidaknya demikianlah yang diyakini oleh mereka yang mengenal benar pikiran Plato. Salah satunya yang kontroversial dan mengundang pertanyaan banyak orang dan para arkeolog adalah hipotesis metaforisnya tentang Atlantis sebagai Benua Yang Tenggelam, yang konon digambarkan Plato sebagai suatu pulau atau anak benua “Nesos” atau “Continent” dimana peradaban manusia masa kini berasal. Demikian tingginya peradaban manusia Atlantis sampai-sampai kesombongan hinggap pada para penduduknya dan dalam sekejap mata menurut taksiran para ahli purbakala yang berminat membuktikan keberadaan Benua Atlantis, benua itu lenyap ditelan tsunami yang sekarang disebut Atlantik. Jadi peristiwa lenyapnya
Atlantis mirip dengan Gempa bawah Laut dan Tsunami yang menimpa Serambi Mekah pada tanggal 26-12-2004 yang lalu. Apa sebenarnya yang tersembunyi benak Plato ketika menguraikan tentang Atlantis, dan apa hubungannya dengan kita yang jauh dari Yunani ini?
Atlantis
Atlantis sebagai suatu gambaran Benua Yang Hilang sebenarnya muncul dalam buku Plato yang diungkapkan dengan format dialog yaitu trilogi “Timaeus” dan “Critias” yang ditulisnya pada tahun 370 SM. Kisah Atlantis diungkapkannya di dialog Timaeus dan Critia meskipun, nampaknya Atlantis merupakan suatu penjelasan tentang Republic sebagai dialog yang menguraikan gagasannya tentang sistem sosial kemasyarakatan yang disebut Republic yang kelak mempengaruhi bentuk-bentuk sistem sosial kenegaraan di masa depan.
Informasi yang disampaikan Plato tentang Atlantis secara garis besar sering ditafsirkan bahwa wilayah yang terletak antara Samudera Atlantik dekat selat Gibraltar sekitar 11.600 sebelum sekarang atau hari ini (jadi sekitar 9000 tahun sebelum masa Plato) mengalami suatu kehancuran besar-besaran karena adanya suatu gejala alam yang menghancurkan. Plato menggambarkan Atlantis sebagai suatu lingkupan daratan dan lautan, dengan istananya yang terletak di bagian tengah yang disebut “Mata Sapi”. Dalam risalahnya itu, Plato sebenarnya menggambarkan serangkaian dialog untuk mengekspresikan gagasannya dengan melalui suatu rangkaian dialog dan perdebatan dari berbagai karakter dalam bukunya itu.
Kata Atlantis dalam bahasa Yunani berati “Pulau Atlas”. Atlas adalah nama Dewa Penyangga Bumi yang namanya sekarang menjadi nama yang khas karena digunakan sebagai buku yang berisi kumpulan peta geografis dunia. Jadi, arti Atlantis sebenarnya secara harfiah adalah Lautan Atlas, atau lautan yang mendukung bumi yang sejatinya menyembunyikan arti “lautan” sebagai “air” di Planet Bumi yang 2/3 diantaranya dikelilingi oleh ‘Air”. Jadi, pengertian metaforis Lautan Atlantis atau Atlantis itu sendiri berkaitan dengan arti dan makna “Kehidupan” yang dikenal oleh manusia di Planet Bumi sebagai realitas atau dimaknai oleh manusia sebagai realitas melalui pengetahuannya dimana realitas itu lahir diatas air sebagai kehidupan yang bertopang pada suatu sendi yang kelak diartikulasikan sebagai Asma, Sifat dan Perbuatan Tuhan yang menjadi bangunan kerajaan Tuhan yaitu Arasy. Dus, dengan demikian yang dimaksudkan dengan Atlantis bukanlah Benua secara harfiah namun manusia dengan pengetahuannya yang mencerap kehidupannya sebagai suatu realitas. Sebagai Atlas, maka Atlantis adalah kumpulan manusia, pengetahuannya, dan peradabannya serta konsekuensi terbaik dan terburuknya yang diungkapkan secara metaforis dengan tenggelamnya Benua Atlantis. Tenggelamnya benua Atlantis sejatinya tenggelamnya manusia karena ditenggelamkan kesombongannya karena ketidakmampuannya mempertahankan keseimbangan tatanan kehidupan sebagai syarat dasar kontinuitas kehidupan itu sendiri yang menjadi ciri Adanya Dia Yang Maha Hidup dan Maha Mematikan.
Gagasan, dialog, dan karakter adalah suatu ciri khas yang muncul dalam tulisan-tulisan Plato untuk menggambarkan suatu realitas yang terpikirkan oleh manusia. Semikian nyatanya dialog tersebut orang pun kemudian sangat dipengaruhi secara sugestif bahwa apa yang diungkapkan Plato mungkin ada benarnya bahwa ada suatu Benua yang saat ini tenggelam ke dasar laut entah dimana, yang disebutnya sebagai Atlantis dimana pengetahuan manusia saat itu sedemikian majunya sampai-sampai kesombongan menyergap penduduk
Atlantis dan negara benua Atlantis pun tenggelam ke dalam lautan. Apakah kisah Plato ini suatu realitas sejarah atau sekedar suatu ungkapan metaforis sampai sejauh ini orang masih memperdebatkannya. Bagi yang demikian yakin, kemudian terjadi perburuan benua Atlantis dengan seabrek bukti dan juga seabrek kisah yang menceritakan romantika Benua Atlantis yang misterius itu.
Namun, nampaknya sangat jarang orang menganggap bahwa apa yang diungkapkan Plato sebenarnya suatu metafora tentang manusia dan sistem inderawinya dan pengetahuannya serta esensi dari moralitas manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan itu sendiri atau menurut Socrates sebagai salah satu tokoh dialog Platonik sebagai “rasionale animal” dengan gambaran yang nyata bahwa pengetahuan itu akhirnya malah membawa kepada kehancuran manusia itu sendiri sebagai suatu kaum yang berakal pikiran. Daniel Dobrowski, seorang pengajar sejarah klasik nampaknya memiliki pandangan yang lebih realistik-filosofis tentang Atlantis. Menurutnya, kisah Atlantis hanya sekedar piranti literatur yang diperkenalkan Plato yang diuraikan untuk memperjelas gagasan Plato tentang negara Ideal (yaitu uraian metaforis dari buku Republic) yang didicptakan dari sudut pandang pikiran Plato. Satu-satunya tempat dimana Atlantis dapat ditemukan adalah di imajinasi akal pikiran Plato yang sangat hidup dan mengilhami. Boleh jadi memang demikianlah adanya, kisah Atlantis yang diuraikan Plato sejatinya adalah suatu pesan tersembunyi berbentuk kisah terselubung yang menjelaskan tentang pergolakan manusia dan lingkunganya dengan berbagai tingkah laku, sistem sosial dan kemajuan peradabannya.
Pada saat Plato menuliskan kisah Atlantis dalam buku Critias dan Tiameuos, wilayah Yunani merupakan pusat perkembangan peradaban manusia yang rasional yang telah dimulai di era filsafat alam Thales sekitar tahun 600 SM.
Sebelum masa hidup Plato sekitar tahun 427-348 SM, terjadi beberapa peristiwa besar dalam sejarah klasik Yunani misalnya gempa bumi di wilayah Sparta pada tahun 469-464 SM telah terjadi ketika negara Sparta dan Athena berada dalam suatu perimbangan kekuatan. Ketika gempa terjadi, sekitar 20.000 penduduk Sparta terbunuh yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan politik di negara Sparta dan tetanggganya. Meskipun demikian, Sparta menolak tawaran bantuan Athena yang menyebabkan terjadinya peningkatan ketegangan politis. Ketegangan ini berpuncak pada tahun 431 SM dengan dimulainya Perang Poloponesia, suatu peperangan selama 25 tahun yang sangat berdarah antara Sparta dan Sekutunya dan Athena dengan sekutunya, peristiwa yang mengilhami kisah-kisah heroik penduduk Sparta ketika menghadapi serbuan Athena dan dikenal sebagai Perang Gempa Bumi.
Setelah terjadinya Perang Poloponesia dan serangan epidemis ketiga yang hebat menimpa Athena, pada tahun 426 SM terjadi gempa bumi yang hebat di wilayah tersebut. Menurut sumber-sumber kuno, disebutkannya bahwa berbagai jenis bangunan runtuh dan ambruk dikarenakan adanya gelombang tsunami dengan jumlah korban ribuan orang. Peristiwa tersebut terkonsentrasi di wilayah Athena Utara, dekat wilayah Lamia saat ini. Tentara Sparta saat itu berada 100 km di sebelah barat Athena disekitar Isthmus Of Corinth dan bersiap untuk menyerbu Athena. Namun, dengan adanya gempa bumi tersebut serangan Sparta menjadi buyar dan akhirnya kembali ke negaranya.
Gempa Bumi dan Tsunami merupakan suatu tragedi dahsyat dimasa itu bahkan sampai hari ini seperti kita ketahui pada tanggal 26-12-2004 yang lalu yang menimpa Serambi Mekah Aceh. Dengan jumlah korban yang mencapai hampir 350 ribu di berbagai wilayah Aceh dan negara-negara sekitarnya, maka tidak mengherankan bahwa peristiwa gempa bawah laut yang diikuti oleh Tsunami disebut oleh para ahli gempa sebagai “Pembunuh Yang Tidak Pernah Gagal”. Ketika gempa melanda wilayah pantai utara Athena, kerusakan yang terjadi digambarkan oleh beberapa ahli sejarah di kemudian hari sebagai suatu gempa yang hebat. Dalam peristiwa tersebut pulau Atalante yang menjadi benteng pertahanan dan pelabuhan laut Athena hancur. Ahli sejarah dikemudian hari seperti Diodorus Siculus (abad ke-1 SM) dan Starbo (abad ke-1 Masehi) melaporkan bahwa Pulau Atalante terbentuk sebagai konsekuensi dari gempa bawah laut yang menimbulkan gelombang Tsunami. Peperangan, gempa bumi dan akhirnya epidemi penyakit pada akhirnya melumpuhkan Athena dan kawasan sekitarnya. Menurut catatan sejarah, Perang Poloponesia secara resmi diakhiri pada tahun 404 SM, meskipun demikian bentrokan kecil masih sering terjadi sampai ditandatanginya nota perdamaian pada tahun 387 SM. Beberapa tahun kemudian, 373 SM di kawasan yang sama terjadi kembali gempa bumi dahsyat yag diikuti dengan tsunami yang merusak wilayah Helike dan Bura, 2 buah kota yang berada di sekitar sebelah utara teluk Corinth, sekitar 150 km dari Athena.
Jadi, dalam kisah Atlantis sebenarnya Plato sedang menggambarkan suatu jiwa manusia yang sifatnya umum yang ada dalam setiap manusia ketika kekuasaan tertinggi mulai dimilikinya, membawa kesenangan, sampai akhirnya membuat manusia lupa diri tentang asal dan usul penciptaannya. Dalam hal ini, Plato sebagai seorang yang bijak sadar benar bagaimana cara untuk mengungkapkan gagasan arketipalnya, gagasan mendasarnya, tentang misi manusia di Planet Bumi yang kemudian diungkapkan dalam bentuk dialog dan kisah didalamnya sebagai meta-imajinasi atau kisah dalam kisah yang kelak menjadi ciri khas bagaimana dalang wayang, sutradara film dan teater mengungkapkan suatu gagasan karena sadar bahwa manusia umumnya lebih menyukai kisah-kisah yang terlihat menjadi sangat mitologik, fantasianik, teaterikal, wayangkulitik, filmologik, dan sinetronik dengan gagasan dasar dunia adalah panggung sandiwara alias Realitas The Matrix. Namun, Plato juga menyadari bahwa kisahnya mesti merupakan suatu pembelajaran yang mendidik supaya manusia menggunakan akal pikiran dan hatinya sehingga ungkapan-ungkapan metaforiknya suatu saat kelak akan dapat mengungkapkannya. Sejarah di sekelilingnya seperti kisah peperangan Sparta dan Yunani, epidemi penyakit, gempa bumi hebat, dan tsunami mengilhaminya untuk melukiskan suatu stereotipe bagaimana manusia berkembang secara komunal dengan membangun negara-negara kota yang satu sama lain akhirnya saling berseteru dan terlibat peperangan, untuk kemudian bencana alam terjadi, dan akhirnya memusnahkan satu kaum dan peradabannya, dengan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menjadi kisah dan legenda yang didengar oleh generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penulisan kisah Atlatis oleh Plato dalam trilogi Republic-Critias-Timaeus menjadi suatu buku dengan model yang bukan sekedar memiliki bukti yang sahih saja, namun juga dari realitas manusia sebagai makhluk sosial yang berada dalam suatu tatanan kemasyarakan yang kelak diungkapkan Plato sebagai Timaeous dan Republic.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar