Syekh Abdullah Raqi atau yang lebih dikenal dengan Dato Karama adalah seorang tokoh ulama penyebar agama Islam pertama di daerah Sulawesi Tengah. Dato Karama merupakan sebutan beliau, bagi penduduk kota palu yang berarti seorang dato (datuk) yang sakti atau keramat.
Dato Karama datang ke Sulawesi Tengah dan mulai menyebarkan agama Islam sekitar awal abad ke-17 Masehi dengan menggunakan perahu layar. Menurut cerita yang dikisahkan secara turun temurun, beliau pertama kali menginjakkan kakinya di Kampung Lere (sekarang Kelurahan Lere), setelah perahunya pecah dan terdampar di tepi pantai Talise (disebut karampe)sampai ke daerah Lere.
Ajaran yang pertama kali disampaikan oleh Syekh Abdullah Raqie ketika mengajarkan agama Islam di Lembah Palu adalah cara berbusana karena pada saat itu masyarakat umumnya berpakaian dari kulit kayu. Ajaran ini ternyata mampu menarik simpati masyarakat sehingga mau masuk Islam. Setelah itu, barulah ia mengajarkan akhlak, mengaji, sholat, dsb. Dato Karama menjadi seorang guru pengaji di Kampung Baru, beliau pernah berjalan-jalan di sebuah kampung dan mendapatkan tumbuhan sejenis ilalang, ia kemudian menamakan kampung tersebut “kampung Lere”, yang semulanya merupakan jl. Panggona.
kedatangan Dato Karama disambut baik oleh masyarakat Lembah Palu (Kota Palu) bahkan kedatangannya disambut oleh Raja Puenjdi, Raja Palu yang pertama kali memeluk agama islam.
Beliau disebut Dato Karama karena memiliki kesaktian yang amat hebat (keramat dan sakti). di buktikan pada saat ketika ombak tinggi setinggi pohon kelapa terjadi didaerah Palu dan ketika itu beliau melemparkan sorbannya hingga ombak tersebut berbalik arah ke desa Tambu.
Dato Karama merupakan salah satu dari sekian banyak penyiar agama Islam yang nyaris dilupakan, meskipun begitu Menurut Penjaga makan, Datokarama kerap muncul dalam bentuk suara gaib. Bila subuh, ia sering dibangunkan oleh suara Datokarama. Begitupula bila ia melupakan sholat, Datokarama selalu membisikinya.
“Assalammualaikum,” kata-kata inilah yang sering diperdengarkan Dato Karama (menurut Penjaga Makam).
“Assalammualaikum,” kata-kata inilah yang sering diperdengarkan Dato Karama (menurut Penjaga Makam).
Beliau meninggalkan beberapa peninggalan sejarah sebagai bukti bahwa Beliau pernah datang dan menyebarkan agama Islam di Lembah Palu, seperti Masjid Jami (sekarang berada di kampung Baru) dan rumah adat ( sudah terbakar).
Adapun ciri makamnya yaitu berbentuk rumah gadang (minang), disesuaikan dengan daerah asalnya yaitu Minangkabau, Sumatera Barat.
MAKAM RAJA MALONDAMalonda adalah Raja Gunung Bale di desa Ganti dan Pujananti (Barat, Donggala). Beliau
Raja Malonda termasuk Raja yang pada saat itu sangat menentang kedatangan Belanda. perlawanan Malonda terhadap Belanda dapat dikatakan sebagai “Perlawanan Rakyat Donggala”. Kegigihan Malonda melawan Belanda ini salah satunya dipicu karena Belanda telah mengasingkan Raja Gunung Bale sebelumnya yaitu Lamakagili (pamannya). Belanda pun juga melakukan perlawanan secara fisik dengan menyerang malonda menggunakan senjata. Selain itu Belanda juga menanamkan politik devide at empera (politik adu domba). Ini merupakan siasat Belanda untuk mengadu domba Malonda dengan Andi Petalolo, yang juga Penguasa di Donggala. Per Malonda adalah Raja Ganti Gunung Bale di desa dan Pujananti (Barat, Donggala).
Pihak Belanda membuat suatu perjanjian yang dikenal dengan “perjanjian panjang”, perjanjian tersebut menyatakan bahwa adanya hubungan kerja sama antara pihak Raja Malonda dan Belanda. Tetapi pihak Malonda tidak pernah menghadiri setiap ada pertemuan ataupun undangan dari pihak Belanda.
Suatu ketika, Andi Petalolo memfasilitasi pertemuan antara pihak Raja Malonda dan Belanda, agar masalah tersebut dapat terselesaikan secara damai. Andi petalolo mempunyai siasat mempertemukan Raja malonda dan Belanda dengan cara mengundang keduanya, akan tetapi ia tidak memberitahukan kepada pihak Raja Malonda bahwa Belanda juga di undang dalam pertemuan itu. begitu pula sebaliknya. Namun, ketika Raja Malonda masuk ke rumah Andi petalolo, dan melihat Belanda di dalam rumah itu, maka raja Malonda menikam Andi petalolo, karena beliau menganggap bahwa Andi petalolo telah berkhianat.
Raja Malonda wafat 30 tahun setelah perang Donggala berakhir (meninggal karena sakit) Dan ketika itu, beliau tidak lagi menjabat sebagai raja, dan di gantikan oleh Marauna.
Bukti sejarah adanya perjuangan pihak Raja Malonda melawan pihak Belanda, yaitu dengan adanya gudang kopra (di Pelabuhan Tua) dan gunung Mercusuar di Banayoge.
Pelabuhan tua berdiri kurang lebih 300 tahun yang lalu. Pelabuhan tua merupakan pusat pengumpulan hasil jajahan Belanda yang merupakan hasil bumi (seperti kopra dan kayu cendana) yang ada di Sulawesi Tengah, yang kemudian dikirim Ke Makassar lalu ke Belanda melalui jalur perairan laut. Sekarang tempat ini menjadi tempat pembongkaran hasil laut disekitar pelabuhan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar