Sabtu, 09 Februari 2013
__Ditolong Oleh Suara Gamelan__ RTA
Aku Yudhi, tinggal di Mojokerto. Pengalaman ini benar2 terjadi ketika aku masih SMA tahun 1994, tepatnya kelas 2. Nah, ekskul pramuka di sekolah waktu itu mengadakan acara pelantikan bantara dan aku terpilih untuk ikut dan peserta yang dipilih waktu itu sekitar 30 orang. Pelantikan diadakan di gunung Penanggungan yang terletak di daerah Ngoro kabupaten Mojokerto.
Singkat cerita, waktu itu 30 peserta dibagi menjadi kelompok kecil, 1 kelompok terdiri dari 6 orang dan 2 pembina. Setelah sampai di puncak dan sedikit seremonial, kira2 2 jam acara, kami semua memutuskan untuk turun. Awalnya biasa aja waktu turun, tapi selang beberapa menit sekitar 30 menit dari puncak, kabut tebal datang, dan kami semua panik karena kabut dapat membutakan rute perjalanan kami dan kami bisa terpisah.
Akhirnya apa yang kami takutkan terjadi, aku bersama 5 anggota dalam 1 kelompok akhirnya terpisah dengan kelompok lain bahkan dengan 2 pembina yang mengawal kami. Aku dan 5 anggota yang lain, memutuskan untuk berhenti sejenak menunggu kemungkinan untuk bertemu dengan kelompok lain. Sekitar 20 menit kami menunggu kami tidak bertemu dengan kelompok lain, akhirnya aku dan 5 anggota lainnya memutuskan untuk turun karena tidak mau terjebak dalam kabut.
Dengan pelan dan pasti kami ber-6 turun dengan posisi ngesot (jalan sambil duduk) karena kami benar2 buta akibat kabut tebal, kami berenam takut kalau kami berdiri justru akan terperosok dalam jurang karena waktu itu jalan benar2 tertutup kabut, kami ber-6 ngesot sekitar hampir 3 jam. Setelah kabut menghilang, kami ber-6 pun akhirnya lega, tapi kami ber-6 juga ketakutan ternyata kami benar2 terpisah dari kelompok yang lain.
Karena kami melihat hari sudah menjelang ashar (dari arloji salah satu anggota), akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan menyusuri jalan setapak yang kami temui untuk menuju perkemahan. Sekitar 15 menit kemudian, kami lagi2 harus berhenti karena dihadapan kami jalan setapak menjadi bercabang 2 arah. Kami sempat bingung akan mengambil arah yang mana, kanan atau kiri. Demi Alloh, waktu itu kami ber-6 sempat bingung harus pilih jalur yang mana dan secara tidak sengaja saya berucap "Ya Alloh ndi iki rek dalane, iki wis kate bengi, ya Alloh sing ndi iki" (Ya Alloh yang mana nih jalannya, ini sudah menjelang malam, ya Allah yang mana ini).Dan tiba-tiba... kami ber-6 seperti mendengar orang punya hajat besar, ada suara gamelan, suara anak kecil tertawa2, lalu suara orang dewasa tertawa. Kalau seandainya dapat dijelaskan, acaranya meriah banget, dan suara itu kami dengar tepat di jalan setapak sebelah kiri kami.
Akhirnya kami ber-6 memutuskan untuk memilih jalan setapak di sebelah kiri, karena kami berfikiran : pertama, kami bisa minta bantuan untuk dapat perbekalan terutama air minum, karena saat itu kami berenam benar2 sudah kehabisan bekal terutama air minum (bahkan kami sempat minum air dari alang2). Kedua, kalau kami memang tersesat dan jauh dari perkemahan, kami bisa minta tolong untuk di antar ke kantor polisi atau ke tempat perkemahan kami. Karena pertimbangan itulah akhirnya kami memutuskan untuk memilih jalur sebelah kiri.
Kami terus mengikuti suara keramaian itu terutama suara gamelan, waktu itu kami ber-6 sama sekali tidak punya pikiran apa2 tentang bagaimana suara gamelan itu ada di hutan bahkan di gunung. Anehnya, sepanjang perjalanan kami ber-6 diikuti oleh gerombolan kera. Kera2 itu tidak mendekat, hanya loncat dari pohon ke pohon, karena kalau kami berhenti untuk istirahat, kera2 itupun juga berhenti tapi tetap berada di pohon.
Karena tahu kera2 mengikuti kami, kami semua menjadi waspada dengan menggunakan tongkat pramuka kami (tapi kami tidak memukul atau mengusir gerombolan kera2 itu, karena kami takut kalau kera2 itu justru balik menyerang kami). Waktu itu kami sudah tidak bisa lagi menghitung berapa lama kami berjalan mengikuti suara gamelan itu karena kami sudah benar2 terlalu lelah dan benar2 kehausan serta kelaparan, yang penting waktu itu kami ber-6 harus sampai di sumber suara gamelan itu karena hari sudah mulai gelap dan kami tidak mau terjebak di gunung.
Akhirnya Alhamdulillah dari kejauhan kami ber-6 melihat perkemahan kami, dan dengan sisa2 tenaga yang ada kami ber-6 cepat2 menuju perkemahan. Kami ber-6 tidak sadar kalau kami sudah tidak lagi mendengar suara gamelan, malah kami ber-6 sempat ditegur oleh pembina karena kami keluar dari jalur yang sudah ditentukan.
Lalu bagaimana dengan kelompok yang lain? Kami ber-6 adalah kelompok ke dua yang sampai di perkemahan dan ternyata yang lain masih di gunung, baru jam 9 malam akhirnya semua kelompok tiba di perkemahan dengan kondisi yang memprihatinkan, ada yang terperosok ke jurang (tapi untungnya jurangnya tidak dalam) hingga harus di tandu, dan ada yang pingsan karena tidak kuat menahan capek dan kehausan.
Besoknya pagi2 sekali seluruh peserta dipulangkan, pelantikan dipindah di sekolah karena kondisi anggota lain. Saya dan 5 orang lainnya (satu kelompok) baru sadar 2 hari setelah pendakian. Kami ternyata dituntun oleh suara gamelan gaib ke perkemahan kami. Kami berenam hanya bisa bersyukur pada Alloh SWT, kalau tidak karena suara gamelan itu kami sudah tentu akan mengalami hal2 yang lebih mengerikan, apalagi setelah kami ber-6 melihat di peta (kami cari di perpustakaan sekolah) tentang gunung Penanggungan...
Subhanalloh... ternyata kami sudah tersesat jauh sekali dari perkemahan, bahkan kalau dilihat di peta waktu itu, kami berada di punggung gunung bahkan sudah mendekati gunung Arjuno yang di wilayah itu sama sekali tidak ada penduduk hanya hutan, dan kami ber-6 ternyata berjalan sejauh setengah gunung Penanggungan.
Itulah salah satu pengalaman saya yang tidak akan terlupakan hingga saat ini, bahkan ketika reuni kemarin (tepat setelah lebaran 2011), ketika saya bertemu dengan teman-teman yang 1 kelompok waktu itu juga masih ingat dan mereka semua bilang kalau itu adalah pengalaman yang sangat aneh, takjub, dan mengesankan yang tidak akan pernah terlupakan, dan bahkan mungkin akan menjadi cerita dan pesan bagi anak2 kami, bahwa dimanapun berada jangan pernah lupa Sang Pencipta, apalagi di gunung, jangan pernah berbuat macam2, selalu hormati adat dan peraturan yang ada, karena kalau tidak kita pasti akan mengalami celaka.
Terima kasih semuanya...
sumber : http://www.facebook.com/kcmmbs?fref=ts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar