Kamis, 14 Februari 2013

-=|[ KAIN KAFAN SANG KIAI UTUH DAN HARUM BAUNYA ]|=- (RTA)



(Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh)
Tiga bak berisi air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30
cm telah disiapkan anak-anak almarhum KH. Abdullah.
Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009, makam Kiai Abdullah
akan dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek
pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper, Tangerang, yang
mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan
digunakan untuk mencuci tulang belulang sebelum
dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru. Sementara
potongan kayu sengon sebanyak 9 potong diperuntukkan
sebagai dinding pembatas jenazah di dalam liang lahat.
"Saya sudah beberapa kali melihat proses pemindahan
kuburan di Karet Bivak, Jakarta Pusat. Persiapannya
memang seperti itu," kata Achmad Fathi, anak ketiga Kiai
Abdullah.
Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak terpakai.
Soalnya, ketika makam yang berusia 26 tahun digali,
pemandangan aneh terjadi. Jasad Kiai Abdullah ternyata
masih utuh. Begitu juga dengan kain kafan dan kayu
penutup jenazah. Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan
rayap atau binatang tanah di kafan maupun di kayu
kamper tersebut.
Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah, yang
mengangkat jenazah ayahnya dari liang lahat mengaku
sempat kaget.
Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat
dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam. "Kondisi jenazah persis
sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak
menyusut saja, dan rambutnya memutih" jelas Mukhtar.
Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah juga
beraroma harum yang menyerbak. Wanginya, kata
Mukhtar, tidak seperti parfum-parfum yang ada di toko-
toko minyak wangi. Teriakan takbir pun langsung
terdengar dari orang-orang yang menyaksikan kejadian
tersebut.
Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan warga tiba-
tiba berdatangan mengikuti prosesi pemindahan jenazah.
Padahal keluarga tidak memberi pemberitahuan kepada
warga maupun murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-
tiba saja datang.
"Awalnya pemindahan jenazah itu hanya dilakukan
keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi nggak tahu kenapa
tiba-tiba saat jenazah digali orang-orang sudah banyak
berkumpul," ujar Mukhtar.
Saking banyaknya orang yang datang, imbuh Mukhtar,
mobil dan motor pelayat yang terparkir di sisi jalan
Benda, panjangnya mencapai 5 kilometer sehingga
membuat kemacetan yang luar biasa di jalan tersebut.
Beberapa warga yang ditemui detikcom menuturkan,
sebelum proses pemindahan jenazah, sebenarnya tanda-
tanda keanehan sudah muncul terkait rencana
pemindahan makam tersebut. Sebab saat alat berat
Ingin menghancurkan musala dan bangunan makam,
tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat pengeruk dari mobil
beko patah ujung kukunya.
Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran jalan
menunda pembongkaran yang rencananya akan
dilakukan pada Januari 2009 itu. Pembongkaran baru
bisa dilanjutkan awal Agustus setelah ada kesepakatan
dengan keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran
musala dan makam itu, yakni dengan hanya
menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat berat.
Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya menyayangkan kalau
musala itu dibongkar. Sebab musala yang telah ada sejak
puluhan tahun lalu itu sangat dibutuhkan warga setempat
untuk beribadah.
Musala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak
dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah mengalami
beberapa pemugaran dan pelebaran. Hingga menjadi
semakin luas dan bangunannya menjadi permanen.
Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata punya
rencana melakukan pelebaran jalan Benda, Juru Mudi,
Batu Ceper, yang berada di sepanjang Sungai Cianjane.
Musala dan makam itu kebetulan berada di lokasi yang
akan dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus
digusur.
Tanah yang akan digusur dihargai Rp. 500 ribu per meter.
Harga itu belum termasuk bangunan yang akan
dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah menolak
pemberian uang pengganti. Pasalnya , tanah tempat
musala dan makam itu merupakan tanah wakaf yang
tidak boleh diperjualbelikan.
Pihak keluarga hanya meminta Pemkot membangun
kembali musala di sekitar wilayah Juru Mudi, supaya
warga setempat mudah kalau ingin beribadah. "Sepeser pun
kami tidak menerima uang penggantian. Biaya
pemindahan jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun
Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak sulung
Kiai Abdullah.
Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan di depan
pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak hanya
15 meter dari lokasi pemakaman sebelumnya. Di areal
pemakaman baru itu terdapat tiga makam, yakni makam
KH Abudullah bin Mukmin, makam istri keduanya
Maswani, serta makam putra keduanya yang bernama M.
Syurur.
Rencananya, areal makam itu akan diperluas lantaran
setiap hari banyak orang yang datang untuk berziarah,
terutama setelah tersiar kabar jasad Kiai Abdullah masih
utuh meski dikubur selama 26 tahun. Bahkan untuk
memudahkan para peziarah, keluarga bermaksud
membangun musala di samping areal makam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar