Penulis : SATYA PERWIRA
Ratnawati, janda cantik asal Yogya itu telah menghambakan dirinya untuk ilmu sesat. Lewat prosesi gaib dia bisa dengan mudah memperdaya pria, dan menguras hartanya. Kisah mistis berikut ini adalah kesaksian salah seorang korban, seorang pengusaha muda di Jakarta....
Di bawah cuaca yang cerah, lembayung senja tampak begitu indah menampakkan dirinya. Senja yang memesona telah membawaku ke Yogyakarta. Kedatanganku ini adalah untuk satu acara meeting dalam rangka kerjasama agrobisnis dengan rekan di kota nan sejuk ini.
Sebelum mampir ke hotel, aku menyempatkan diri singgah di sebuah swalayan untuk membeli dasi, sebab tadi sewaktu berangkat dari Jakarta aku lupa membawanya.
Aku memarkirkan kendaraanku dan bergegas masuk ke dalam swalayan itu. Aku berbaur bersama pengunjung yang lainnya. Tak kuduga sebelumnya, di saat aku sedang memilih-milih dasi kulihat disampingku seorang wanita yang sangat menarik perhatianku. Dari penampilannya terkesan wanita berumur sekitar kepaa tiga itu sangat anggun, berkulit putih mulus, tingginya sekitar 160 cm, rambut lurus sebahu, hidung mancung. Ah, sepertinya dia memang dari kalangan berada. Ini setidaknya terlihat dari cara merawat tubuhnya. Dia begitu bening!
Demi melihatnya, seketika darahku mendesir. Melihat kecantikannya, mengingatkanku pada seoranga artis sinetron yang sangat terkenal. Pandanganku pun sungguh terpesona melihat bidadari berada di sisiku. Aku berupaya menarik perhatiannya. Dalam satu kesempatan aku menegur dengan harap-harap cemas, khawatir tidak dibalas.
"Selamat siang! Ada sesuatu yang akan dibeli?" cetusku. Demi Tuhan! Aku tidak tahu apakah kalimatku ini tepat atau tidak.
Bidadari itu tersenyum ramah. Bahkan di luar dugaan dia menyambut sapaanku dengan tak kalah ramah.
"Ya, aku mencari parfum! Kau sendiri?"
Aku seperti mimpi mendengar suaranya. Serasa begitu indah, namun membuat dadaku semakin bergetar.
Keakraban lalu terbina dalam waktu singkat itu. Dia bertanya tentang keperluanku datang ke Yogya. Aku menjawab bahwa aku akan mengikuti sebuah meeting nanti malam.
"O...rupanya aku baru berkenalan dengan orang penting," candanya sambil tersenyum menawan.
"Ah, tidak! Hanya bisnis kecil-kecilan," ujarku sambil menebar senyum.
Dalam perkenalan singkat itu dia memberikan alamat tempat tinggalnya padaku. Dan aku berjanji selesai acara meeting akan mengunjunginya.
"Jangan sampai nggak datang, ya. Aku menunggumu!" katanya sebelum kami berpisah.
Aneh, sesampainya di hotel, bayangan wanita itu tidak pernah sirna dari kepalaku. Ya, bayangan seraut wajah cantik itu selalu menari-nari dalam pelupuk mataku. Aku seperti lelaki ingusan yang baru mengenal wanita cantik. Padahal, sudah begitu banyak wanita cantik yang kukenal, bahkan kuajak kencan. Dan aku ini termasuk tipe laki-laki yang cepat melupakan wanita. Sudah berapa banyak wanita yang telah kurengkuh, serta tak terhitung wanita yang mengucapkan kata-kata sayang dan mengusapku dengan belai mesra. Mereka hanya sekilas hadir dan setelahnya akan hilang lenyap begitu saja. Tapi, untuk yang satu ini, sungguh benar-benar berbeda. Dia selalu hadir dan hadir di benakku, mengisi rongga-rongga pikiranku. Sepertinya, ada sesuatu yang sangat istimewa pada diri wanita itu.
Lantas, apa keistimewaannya? Apakah karena dia begitu cantik? Ah, tidak juga. Di Jakarta, wanita cantik seperti dirinya, bahkan yang lebih, juga banyak yang kukenal. Lalu, apa yang membuatku begitu terpesona? Aku sendiri bingung memikirkannya. Tapi demi Tuhan, aku begitu merindukan ingin bertemu dengannya.
Hingga acara pertemuan bisnis itu usai, tidak ada satupun materi yang masuk ke dalam pikiranku. Justru yang muncul dalam benakku adalah kerinduan ingin jumpa dengan gadis yang dari kartu namanya kekutahui bernama Ratnawati itu.
Malam itu, setelah meeting bisnis nan hampa itu berakhir, kuturuti keinginanku untuk mendatangi kediamannya. Tak terlalu sulit untuk mencarinya. Sesampainya aku di sana terlihat Ratnawati sedang duduk di teras rumahnya. Di bawah sinar cahaya lampu dia terkejut melihat kedatanganku.
"Wah, tak kusangka kau betul-betul memenuhi janjimu. Padahal, aku sudah hampir putus asa menunggumu!" bibir mungilnya bergetar menggairahkan.
Singkat cerita, malam itu aku jadi begitu akrab dengannya. Aku juga lalu mengetahui statusnya yang sudah menjanda. Menurut penuturan Ratnawati, sejak bercerai dengan suaminya 2 tahun silam dia memilih hidup mandiri, menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi kedua putranya. Dia menjalani hari-harinya penuh dengan perjuangan. Keuletannya membuka usaha katering, membuat kehidupannya kian mapan dan mandiri.
Hatiku seperti dituntun sesuatu tenaga gaib yang penuh dengan sukacita, ketika dia mengutarakan keinginannya untuk mengembangkan usahanya. Dengan tanpa pikir panjang lagi aku memberi alternatif untuk pinjam dana ke bank. Awalnya dia menyetujui usulku dan minta diambilkan formulirnya, namun yang terjadi kemudian sungguh berbeda. Dia meminta pinjaman dariku. Gilanya, aku begitu mudah menjanjikan akan memberi pinjaman dengan jumlah cukup lumayan itu.
Malam itu, jika saja aku tidak ke rumahnya, tak mungkin aku merengkuh kemesraan darinya. Dengan penuh gairah aku memeluk wanita yang baru kukenal itu. Keinginan bercumbu dengannya serasa begitu menggila. Aku lupa akan janji yang aku ucapkan di hadapan isteriku saat sebelum berangkat bahwa aku tak akan "macam-macam" di Yogya.
Nyatanya, malam itu aku memang seperti larut dengan pesona wajah yang cantik yang baru kukenal siang tadi itu. Dan, aku terbang dalam pelukan tubuh sintal beraroma harum semerbak....
***
Perkenalanku dengan Ratnawati sungguh suatu pengalaman yang indah, namun terasa aneh. Mengapa kukatan aneh? Sebab sejak mengenalnya, aku kerap kali merasa seperti telah kehilangan diriku, yang kelak kuketahui bahwa aku memang terpenjara dalam dimensi gaib. Sejak mengenalnya, dalam keseharian dan kesibukan aku selalu didera oleh kerinduan yang hadir sepanjang waktu. Aku seperti merasakan wajah wanita itu senantiasa hadir dan mendorongku untuk segera datang mengunjunginya.
Akibatnya, sejak mengenal Ratnawati aku menjadi sering bolak-balik Jakarta-Yogya, hanya untuk menemui wanita yang kurindukan. Kepada Hanna, isteriku, aku tentu saja beralasan mengurusi kegiatan bisnis. Aku merasa telah menang, sebab nyatanya Hanna memang sangat mudah kubohongi.
Hingga tiba pada suatu malam, ketika langit amat cerah, bulan tampak bulat sempurna di antara taburan binatang gemintang. Aku datang ke Yogya. Waktu itu puncak malam Sabtu, udara dingin November merembes membasahi arus darahku. Di sudut remang, bibirku menyapu bibirnya, melumatnya dengan penuh gairah. Lidahnya yang panas membakar jagad kelaki-lakianku. Sedetik kemudian, waktu tiba-tiba seakan padam, malam mendadak membara, panas mengelupas mulus tubuhnya, bagian tubuhku seperti memasuki ruang tanpa cahaya, aku terkapar tak berdaya di bawah gaun tidur halus, diiringi irama sunyi nyanyi serangga menghias malam. Malam itu aku dan Ratna menghabiskan rindu dengan permainan asmara yang seharusnya tidak kami lakukan. Tapi, kami telah dipenjara oleh birahi, sehingga kami lupa akan batas-batas kewajaran.
Namun, apa yang kemudian terjadi sejak hubungan intim itu berlangsung? Tanpa kusadari, sejak saaat itu aku kian terpenjara oleh kekuatan gaib yang terus menderaku. Sebagai bukti, pikiran dan langkahku selalu mengajak kepadanya, sementara aku semakin lupa pada isteri dan anak-anakku. Wajah dan kecerian mereka telah hilang lenyap tiada bekas di hatiku. Meski aku hadir di tengah-tengah mereka, namun kehadiranku bagaikan kapas yang melayang, terasa hampa tidak ada denyut kehidupan. Ya, isteri dan anak-anak yang selama ini begitu aku cintai, kita tidak berarti apa-apa bagiku. Yang ada dalam kesadaranku hanyalah Ratnawati. Ya, bila aku berada di sisi Ratna, roh kehidupan mulai menyala, gairah hidup kembali mengaliri aliran darahku. Di sana aku menemukan pelabuhan hatiku.
Secara diam-diam, sepak terjangku yang telah berubah rupanya diamati oleh isteriku. Karakterku yang berubah mengundang dia untuk datang ke seorang sahabat untuk minta pendapat. Lewat Imron, sahabatku, isteriku mendapat informasi aneh yang mengatakan bahwa ternyata aku telah terbelenggu oleh kekuatan gaib yang tidak terlihat secara kasat mata. Benarkah?
"Sadarlah, Mas Pras! Aku tahu kau begitu mencinta wanita itu. Tapi cintamu itu bukan yang sewajarnya," geragap Hanna, isteriku, suatu malam ketika kami bertengkar.
"Wanita yang mana? Aku tidak segila itu. Kau jangan berpikir yang macam-macam, ya!" sergahku.
"Aku tidak mengada-ada, Mas! Aku tahu belakangan kaus ering bolak-balik ke Yogya bukan untuk urusan bisnis. Tapi, kau melampiaskan nafsumu dengan wanita itu, bukan?"
Dadaku panas terbakar mendengar omongan Hanna yang begitu menusuk itu. Untunglah aku bisa menahannya. Malahan, aku membalasnya dengan tak kalah pedas.
"Aku memang mencintai wanita itu. Lantas kau mau apa? Mau cerai? Okey, secepatnya kita urus!"
Hanna menangis sesunggukan. "Bukan itu yang kuinginkan, Mas. Walau bagaimanapun aku tak ingin rumahtangga kita hancur. Sadarlah, wanita itu bukan apa-apa bagimu. Menurut Imron, kau telah diguna-gunai oleh wanita itu."
"Guna-guna? Ah, persetan!" aku tetap bersikukuh menepis dugaannya.
Namun, tanpa sepengathuan Hanna, aku temui Imron, sekaligus untuk mendampratnya. Tapi Imron mengajakku untuk membuktikan ucapannya.
"Supaya kau tidak marah-marah, baiklah mari sama-sama kita buktikan bahwa perempuan bernama Ratna itu telah mengguna-gunaimu," kata Imron, tenang sekali.
"Bagaimana caranya?" tantangku.
"Ajaklah aku ke rumah Ratna!" jawab Imron.
"Baiklah kalau begitu. Tapi ingat, kalau sampai tak terbukti, aku akan segera menikahi perempuan itu," tantangku.
Di tengah rasa penasaranku, kuajak Imron ke rumah Ratna. Sebelum sampai di rumahnya Imron telah menetralisir efek gaib yang ada dalam pikiranku, yang selama ini telah menggerakkan naluri batinku dengan perasaan jiwa garis kesadaran.
Senja membuka tabir yang melukiskan tentang jati diri Ratnawati sebenarnya. Dia yang mempesona, dia yang kupuja selama ini, dia yang nyaris meluluhlantakan rumah tanggaku, ternyata hanya fatamorgana yang membiuskan pandanganku, mata yang polos, jiwa yang tidak terkonsentrasi telah menyita pada satu sosok yang penuh dengan polesan magis. Sebab, begitu dipandang, terlihat pada dirinya satu jiwa menjadi dua sikap yang membuatnya bisa tampil berbeda. Di satu sisi wajahnya begitu cemerlang, di lain sisi ada juga kekuatan gaib yang menarik sukmaku untuk selalu ingat padanya.
Imron hanya tersenyum melihat keterpanaanku. Dia berbisik kepadaku, "Bagaimana kalau kubuka jati dirinya di hadapanmu?"
Aku hanya mengangguk.
Selanjutnya Imron mulai meneropong hal-hal yang terkait dengan dunia mistik pada diri Ratna, mulai dari susuk yang dipasang di sekitar wajahnya, sampai Pelet Penarik Sukma yang dicampur dalam air minum sebagai media, yang selama ini selalu kureguk. Bahkan Imron menyinggung tentang guru spiritual Ratna yang ada di daerah pesisir Selatan.
Ratna tertunduk malu setelah Imron menelanjangi jati dirinya. Lama dia terdiam. Lalu dari kedua kelopak matanya keluar tetesan air bening. Dengan sendu dia bercerita tentang dirinya.
"Kejadiannya sudah lama sekali. Ya, mungkin pengaruh lingkungan yang serba glamour mengakibatkan berdampak pada angan-anganku yang terlalu tinggi. Aku selalu mendambakan kemewahan dan tumpukan harta. Aku ingin mendapatkannya tanpa harus kerja. Akhirnya aku menempuh jalan pintas dengan mendatangi orang pintar dan belajar seperangkat ilmu magis darinya."
Begitulah cerita Ratna. Dia mengaku dari petualangnnya selama ini telah banyak laki-laki yang dijeratnya, dam sudah banyak pula harta benda yang terkumpul, hingga akhirnya dia berkenalan denganku, yang kemudian mampu membuka tabir kehidupannya.
Dengan wajah menyesal Ratna berjanji akan menghilangkan prilakunya yang buruk, apalagi kalau aku bersedia menjadi suaminya, untuk membimbingnya ke jalan yang benar. Aku hanya tersenyum getir mendapat tawaran itu, mengingat pikiranku seketika terbayang pada anak-anak dan isteriku.
Itulah kisah asmara gaib yang aku alami. Meski Ratnawati nyaris menghancurkan hidupku, namun aku selalu berdoa semoga Ratna mendapat jodoh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Doaku memang terkabul. Beberapa bulan yang silam, aku mendapat SMS darinya yang mengabarkan bahwa dia sudah menikah dengan seorang duda. Aku balik mengirim SMS dengan kalimat: "Pegang teguh janjimu sampai akhir nanti. Selamat menempuh hidup baru, kekasih."
Ratna membelasnya: "Thx, doakan aku selalu setia dengan janjiku. Semoga Tuhan mempertemukan kita kembali."
Tapi, aku tak pernah berharap lagi untuk bertemu dengannya. Biarlah semua ini menjadi sejarah hidupku...
Ratnawati, janda cantik asal Yogya itu telah menghambakan dirinya untuk ilmu sesat. Lewat prosesi gaib dia bisa dengan mudah memperdaya pria, dan menguras hartanya. Kisah mistis berikut ini adalah kesaksian salah seorang korban, seorang pengusaha muda di Jakarta....
Di bawah cuaca yang cerah, lembayung senja tampak begitu indah menampakkan dirinya. Senja yang memesona telah membawaku ke Yogyakarta. Kedatanganku ini adalah untuk satu acara meeting dalam rangka kerjasama agrobisnis dengan rekan di kota nan sejuk ini.
Sebelum mampir ke hotel, aku menyempatkan diri singgah di sebuah swalayan untuk membeli dasi, sebab tadi sewaktu berangkat dari Jakarta aku lupa membawanya.
Aku memarkirkan kendaraanku dan bergegas masuk ke dalam swalayan itu. Aku berbaur bersama pengunjung yang lainnya. Tak kuduga sebelumnya, di saat aku sedang memilih-milih dasi kulihat disampingku seorang wanita yang sangat menarik perhatianku. Dari penampilannya terkesan wanita berumur sekitar kepaa tiga itu sangat anggun, berkulit putih mulus, tingginya sekitar 160 cm, rambut lurus sebahu, hidung mancung. Ah, sepertinya dia memang dari kalangan berada. Ini setidaknya terlihat dari cara merawat tubuhnya. Dia begitu bening!
Demi melihatnya, seketika darahku mendesir. Melihat kecantikannya, mengingatkanku pada seoranga artis sinetron yang sangat terkenal. Pandanganku pun sungguh terpesona melihat bidadari berada di sisiku. Aku berupaya menarik perhatiannya. Dalam satu kesempatan aku menegur dengan harap-harap cemas, khawatir tidak dibalas.
"Selamat siang! Ada sesuatu yang akan dibeli?" cetusku. Demi Tuhan! Aku tidak tahu apakah kalimatku ini tepat atau tidak.
Bidadari itu tersenyum ramah. Bahkan di luar dugaan dia menyambut sapaanku dengan tak kalah ramah.
"Ya, aku mencari parfum! Kau sendiri?"
Aku seperti mimpi mendengar suaranya. Serasa begitu indah, namun membuat dadaku semakin bergetar.
Keakraban lalu terbina dalam waktu singkat itu. Dia bertanya tentang keperluanku datang ke Yogya. Aku menjawab bahwa aku akan mengikuti sebuah meeting nanti malam.
"O...rupanya aku baru berkenalan dengan orang penting," candanya sambil tersenyum menawan.
"Ah, tidak! Hanya bisnis kecil-kecilan," ujarku sambil menebar senyum.
Dalam perkenalan singkat itu dia memberikan alamat tempat tinggalnya padaku. Dan aku berjanji selesai acara meeting akan mengunjunginya.
"Jangan sampai nggak datang, ya. Aku menunggumu!" katanya sebelum kami berpisah.
Aneh, sesampainya di hotel, bayangan wanita itu tidak pernah sirna dari kepalaku. Ya, bayangan seraut wajah cantik itu selalu menari-nari dalam pelupuk mataku. Aku seperti lelaki ingusan yang baru mengenal wanita cantik. Padahal, sudah begitu banyak wanita cantik yang kukenal, bahkan kuajak kencan. Dan aku ini termasuk tipe laki-laki yang cepat melupakan wanita. Sudah berapa banyak wanita yang telah kurengkuh, serta tak terhitung wanita yang mengucapkan kata-kata sayang dan mengusapku dengan belai mesra. Mereka hanya sekilas hadir dan setelahnya akan hilang lenyap begitu saja. Tapi, untuk yang satu ini, sungguh benar-benar berbeda. Dia selalu hadir dan hadir di benakku, mengisi rongga-rongga pikiranku. Sepertinya, ada sesuatu yang sangat istimewa pada diri wanita itu.
Lantas, apa keistimewaannya? Apakah karena dia begitu cantik? Ah, tidak juga. Di Jakarta, wanita cantik seperti dirinya, bahkan yang lebih, juga banyak yang kukenal. Lalu, apa yang membuatku begitu terpesona? Aku sendiri bingung memikirkannya. Tapi demi Tuhan, aku begitu merindukan ingin bertemu dengannya.
Hingga acara pertemuan bisnis itu usai, tidak ada satupun materi yang masuk ke dalam pikiranku. Justru yang muncul dalam benakku adalah kerinduan ingin jumpa dengan gadis yang dari kartu namanya kekutahui bernama Ratnawati itu.
Malam itu, setelah meeting bisnis nan hampa itu berakhir, kuturuti keinginanku untuk mendatangi kediamannya. Tak terlalu sulit untuk mencarinya. Sesampainya aku di sana terlihat Ratnawati sedang duduk di teras rumahnya. Di bawah sinar cahaya lampu dia terkejut melihat kedatanganku.
"Wah, tak kusangka kau betul-betul memenuhi janjimu. Padahal, aku sudah hampir putus asa menunggumu!" bibir mungilnya bergetar menggairahkan.
Singkat cerita, malam itu aku jadi begitu akrab dengannya. Aku juga lalu mengetahui statusnya yang sudah menjanda. Menurut penuturan Ratnawati, sejak bercerai dengan suaminya 2 tahun silam dia memilih hidup mandiri, menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi kedua putranya. Dia menjalani hari-harinya penuh dengan perjuangan. Keuletannya membuka usaha katering, membuat kehidupannya kian mapan dan mandiri.
Hatiku seperti dituntun sesuatu tenaga gaib yang penuh dengan sukacita, ketika dia mengutarakan keinginannya untuk mengembangkan usahanya. Dengan tanpa pikir panjang lagi aku memberi alternatif untuk pinjam dana ke bank. Awalnya dia menyetujui usulku dan minta diambilkan formulirnya, namun yang terjadi kemudian sungguh berbeda. Dia meminta pinjaman dariku. Gilanya, aku begitu mudah menjanjikan akan memberi pinjaman dengan jumlah cukup lumayan itu.
Malam itu, jika saja aku tidak ke rumahnya, tak mungkin aku merengkuh kemesraan darinya. Dengan penuh gairah aku memeluk wanita yang baru kukenal itu. Keinginan bercumbu dengannya serasa begitu menggila. Aku lupa akan janji yang aku ucapkan di hadapan isteriku saat sebelum berangkat bahwa aku tak akan "macam-macam" di Yogya.
Nyatanya, malam itu aku memang seperti larut dengan pesona wajah yang cantik yang baru kukenal siang tadi itu. Dan, aku terbang dalam pelukan tubuh sintal beraroma harum semerbak....
***
Perkenalanku dengan Ratnawati sungguh suatu pengalaman yang indah, namun terasa aneh. Mengapa kukatan aneh? Sebab sejak mengenalnya, aku kerap kali merasa seperti telah kehilangan diriku, yang kelak kuketahui bahwa aku memang terpenjara dalam dimensi gaib. Sejak mengenalnya, dalam keseharian dan kesibukan aku selalu didera oleh kerinduan yang hadir sepanjang waktu. Aku seperti merasakan wajah wanita itu senantiasa hadir dan mendorongku untuk segera datang mengunjunginya.
Akibatnya, sejak mengenal Ratnawati aku menjadi sering bolak-balik Jakarta-Yogya, hanya untuk menemui wanita yang kurindukan. Kepada Hanna, isteriku, aku tentu saja beralasan mengurusi kegiatan bisnis. Aku merasa telah menang, sebab nyatanya Hanna memang sangat mudah kubohongi.
Hingga tiba pada suatu malam, ketika langit amat cerah, bulan tampak bulat sempurna di antara taburan binatang gemintang. Aku datang ke Yogya. Waktu itu puncak malam Sabtu, udara dingin November merembes membasahi arus darahku. Di sudut remang, bibirku menyapu bibirnya, melumatnya dengan penuh gairah. Lidahnya yang panas membakar jagad kelaki-lakianku. Sedetik kemudian, waktu tiba-tiba seakan padam, malam mendadak membara, panas mengelupas mulus tubuhnya, bagian tubuhku seperti memasuki ruang tanpa cahaya, aku terkapar tak berdaya di bawah gaun tidur halus, diiringi irama sunyi nyanyi serangga menghias malam. Malam itu aku dan Ratna menghabiskan rindu dengan permainan asmara yang seharusnya tidak kami lakukan. Tapi, kami telah dipenjara oleh birahi, sehingga kami lupa akan batas-batas kewajaran.
Namun, apa yang kemudian terjadi sejak hubungan intim itu berlangsung? Tanpa kusadari, sejak saaat itu aku kian terpenjara oleh kekuatan gaib yang terus menderaku. Sebagai bukti, pikiran dan langkahku selalu mengajak kepadanya, sementara aku semakin lupa pada isteri dan anak-anakku. Wajah dan kecerian mereka telah hilang lenyap tiada bekas di hatiku. Meski aku hadir di tengah-tengah mereka, namun kehadiranku bagaikan kapas yang melayang, terasa hampa tidak ada denyut kehidupan. Ya, isteri dan anak-anak yang selama ini begitu aku cintai, kita tidak berarti apa-apa bagiku. Yang ada dalam kesadaranku hanyalah Ratnawati. Ya, bila aku berada di sisi Ratna, roh kehidupan mulai menyala, gairah hidup kembali mengaliri aliran darahku. Di sana aku menemukan pelabuhan hatiku.
Secara diam-diam, sepak terjangku yang telah berubah rupanya diamati oleh isteriku. Karakterku yang berubah mengundang dia untuk datang ke seorang sahabat untuk minta pendapat. Lewat Imron, sahabatku, isteriku mendapat informasi aneh yang mengatakan bahwa ternyata aku telah terbelenggu oleh kekuatan gaib yang tidak terlihat secara kasat mata. Benarkah?
"Sadarlah, Mas Pras! Aku tahu kau begitu mencinta wanita itu. Tapi cintamu itu bukan yang sewajarnya," geragap Hanna, isteriku, suatu malam ketika kami bertengkar.
"Wanita yang mana? Aku tidak segila itu. Kau jangan berpikir yang macam-macam, ya!" sergahku.
"Aku tidak mengada-ada, Mas! Aku tahu belakangan kaus ering bolak-balik ke Yogya bukan untuk urusan bisnis. Tapi, kau melampiaskan nafsumu dengan wanita itu, bukan?"
Dadaku panas terbakar mendengar omongan Hanna yang begitu menusuk itu. Untunglah aku bisa menahannya. Malahan, aku membalasnya dengan tak kalah pedas.
"Aku memang mencintai wanita itu. Lantas kau mau apa? Mau cerai? Okey, secepatnya kita urus!"
Hanna menangis sesunggukan. "Bukan itu yang kuinginkan, Mas. Walau bagaimanapun aku tak ingin rumahtangga kita hancur. Sadarlah, wanita itu bukan apa-apa bagimu. Menurut Imron, kau telah diguna-gunai oleh wanita itu."
"Guna-guna? Ah, persetan!" aku tetap bersikukuh menepis dugaannya.
Namun, tanpa sepengathuan Hanna, aku temui Imron, sekaligus untuk mendampratnya. Tapi Imron mengajakku untuk membuktikan ucapannya.
"Supaya kau tidak marah-marah, baiklah mari sama-sama kita buktikan bahwa perempuan bernama Ratna itu telah mengguna-gunaimu," kata Imron, tenang sekali.
"Bagaimana caranya?" tantangku.
"Ajaklah aku ke rumah Ratna!" jawab Imron.
"Baiklah kalau begitu. Tapi ingat, kalau sampai tak terbukti, aku akan segera menikahi perempuan itu," tantangku.
Di tengah rasa penasaranku, kuajak Imron ke rumah Ratna. Sebelum sampai di rumahnya Imron telah menetralisir efek gaib yang ada dalam pikiranku, yang selama ini telah menggerakkan naluri batinku dengan perasaan jiwa garis kesadaran.
Senja membuka tabir yang melukiskan tentang jati diri Ratnawati sebenarnya. Dia yang mempesona, dia yang kupuja selama ini, dia yang nyaris meluluhlantakan rumah tanggaku, ternyata hanya fatamorgana yang membiuskan pandanganku, mata yang polos, jiwa yang tidak terkonsentrasi telah menyita pada satu sosok yang penuh dengan polesan magis. Sebab, begitu dipandang, terlihat pada dirinya satu jiwa menjadi dua sikap yang membuatnya bisa tampil berbeda. Di satu sisi wajahnya begitu cemerlang, di lain sisi ada juga kekuatan gaib yang menarik sukmaku untuk selalu ingat padanya.
Imron hanya tersenyum melihat keterpanaanku. Dia berbisik kepadaku, "Bagaimana kalau kubuka jati dirinya di hadapanmu?"
Aku hanya mengangguk.
Selanjutnya Imron mulai meneropong hal-hal yang terkait dengan dunia mistik pada diri Ratna, mulai dari susuk yang dipasang di sekitar wajahnya, sampai Pelet Penarik Sukma yang dicampur dalam air minum sebagai media, yang selama ini selalu kureguk. Bahkan Imron menyinggung tentang guru spiritual Ratna yang ada di daerah pesisir Selatan.
Ratna tertunduk malu setelah Imron menelanjangi jati dirinya. Lama dia terdiam. Lalu dari kedua kelopak matanya keluar tetesan air bening. Dengan sendu dia bercerita tentang dirinya.
"Kejadiannya sudah lama sekali. Ya, mungkin pengaruh lingkungan yang serba glamour mengakibatkan berdampak pada angan-anganku yang terlalu tinggi. Aku selalu mendambakan kemewahan dan tumpukan harta. Aku ingin mendapatkannya tanpa harus kerja. Akhirnya aku menempuh jalan pintas dengan mendatangi orang pintar dan belajar seperangkat ilmu magis darinya."
Begitulah cerita Ratna. Dia mengaku dari petualangnnya selama ini telah banyak laki-laki yang dijeratnya, dam sudah banyak pula harta benda yang terkumpul, hingga akhirnya dia berkenalan denganku, yang kemudian mampu membuka tabir kehidupannya.
Dengan wajah menyesal Ratna berjanji akan menghilangkan prilakunya yang buruk, apalagi kalau aku bersedia menjadi suaminya, untuk membimbingnya ke jalan yang benar. Aku hanya tersenyum getir mendapat tawaran itu, mengingat pikiranku seketika terbayang pada anak-anak dan isteriku.
Itulah kisah asmara gaib yang aku alami. Meski Ratnawati nyaris menghancurkan hidupku, namun aku selalu berdoa semoga Ratna mendapat jodoh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Doaku memang terkabul. Beberapa bulan yang silam, aku mendapat SMS darinya yang mengabarkan bahwa dia sudah menikah dengan seorang duda. Aku balik mengirim SMS dengan kalimat: "Pegang teguh janjimu sampai akhir nanti. Selamat menempuh hidup baru, kekasih."
Ratna membelasnya: "Thx, doakan aku selalu setia dengan janjiku. Semoga Tuhan mempertemukan kita kembali."
Tapi, aku tak pernah berharap lagi untuk bertemu dengannya. Biarlah semua ini menjadi sejarah hidupku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar