Penulis : EKO HARTONO
Gara-gara salah menguburkan mayat korban kecelakaan, warga kampung itu dihebohkan dengan peristiwa mistis. Hampir setiap malam arwah itu mengetuk-ngetuk pintu rumah penduduk. Dia minta dipulangkan....
Peristiwa mistis yang sangat menghebohkan ini terjadi di sebuah desa di wilayah Kabupaten Wonogiri, beberapa waktu yang lalu. Meski sudah cukup lama kejadiannya, namun jika mengingatnya orang-orang di desa itu jadi ngeri. Mungkin juga bagi para Pembaca yang mengikuti kisahnya berikut ini.
Ketika itu, warga desa dimaksud diteror oleh kehadiran arwah gentayangan. Sang arwah hampir setiap malam mengetuk pintu-pintu rumah penduduk. Namun dari kejadian ini akhirnya warga menjadi tahu, telah terjadi kesalahan dalam menguburkan jenazah dimaksud.
Kejadian ini bermula ketika Masroni (nama samaran), hendak berangkat merantau ke Jakarta. Sebagaimana pemuda-pemuda lainnya di desa itu, Masroni ingin mengadu nasib di Ibu Kota. Hanya dengan berbekal ijazah SMP, Masroni berangkat ke Jakarta menggunakan angkutan bus. Sebelum berangkat, kedua orangtuanya memberikan banyak wejangan.
"Hati-hati ya, Le. Di kota itu keadaannya tidak sama dengan di desa. Jangan mudah terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayu orang. Cari pekerjaan yang halal, jangan jadi pencuri atau maling!" demikian ujar Saroji, ayahnya.
"Kalau bawa uang juga hati-hati. Di kota banyak copet dan jambret!" sambung emaknya.
Masroni hanya mengangguk-angguk mendengar semua nasehat orangtuanya. Dia pun akhir berangkat dengan dilepas oleh kedua orangtuanya dengan deraian air mata. Maklumlah, baru kali ini Masroni pergi jauh dari orangtua. Namun begitu, Saroji dan isterinya berusaha tetap tabah. Mereka mendoakan anaknya agar diberi keselamatan.
Malangnya, baru sehari Masroni pergi, tiba-tiba keesokan harinya datang kabar bahwa Masroni meninggal karena kecelakaan. Dia tewas terlindas truk di daerah Semarang. Berita ini disampaikan langsung oleh petugas kepolisan yang menangani kasus kecelakaan itu. Mereka mengetahui alamat Masroni dari dompet yang ada di saku celananya. Di dalam dompet itu terdapat KTP dan tanda pengenal Masroni lainnya. Bahkan uang yang dibawanya dari rumah masih utuh.
Mendengar kabar tragis ini, kontan saja kedua orang tua Masroni shock bukan main. Emaknya menjerit histeris dan langsung jatuh pingsan. Sementara Saroji terduduk lemas, tak mampu lagi berdiri. Anak laki-laki yang menjadi tumpuan harapan mereka telah tiada.
Karena jenazah Maroni masih berada di rumah sakit yang ada di Semarang, maka polisi mengajak salah seorang keluarga Masroni untuk mengambilnya sekaligus untuk proses administrasi. Sarijan, adik Saroji, diutus oleh keluarga besar untuk mengambil jenazah Masroni. Ketika sampai di rumah sakit bersangkutan, Sarijan dibawa ke kamar mayat. Dia diberi kesempatan menengok jenazah Masroni yang sudah dimandikan dan ditutupi kain kafan.
Berhubung kondisi mayat Masroni yang terluka cukup parah, kepalanya remuk tak berbentuk, membuat Sarijan tidak bisa mengenalinya lagi. Sarijan pun tak bisa melihatnya lama-lama, karena hatinya miris, ditambah rasa takut. Tapi dia meyakini mayat laki-laki itu adalah keponakannya. Lagipula, dari bukti dompet yang ditemukan polisi sudah jelas bahwa mayat itu adalah jenazah Masroni.
Setelah menyelesaikan administrasi, jenazah Masroni dibawa ke kampung halamannya dengan menggunakan mobil ambulans. Sesampai di rumah jenazah Masroni yang sudah dimandikan, dikafani dan dimasukkan dalam peti mati di rumah sakit langsung diletakkan di tengah ruangan. Mengingat kondisi jenazah yang sangat parah, tidak seorang pun diperkenankan melihatnya. Bahkan orang tua Masroni hanya diberikan kesempatan melihat sekilas saja melalui celah peti mati. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan shock berat. Mereka hanya tinggal mensholatinya saja.
Tanpa menunggu waktu lama, jenazah Maroni kemudian dikuburkan di pemakaman desa. Satu persatu pelayat yang mengantar kepergian Masroni kembali ke rumah masing-masing. Tapi pembicaraan tentang kematian Masroni akibat kecelakaan masih berlangsung di tengah warga kampung. Mereka tampaknya masih dibuat kaget dan tak percaya bila Masroni begitu cepat pergi.
Mulai malam sejak kematian Masroni hingga malam ke tujuh, di rumah Saroji diadakan acara tahlilan. Warga kampung banyak yang datang untuk mengikuti tahlilan. Mereka tidak takut dan tidak diliputi perasaan apa-apa, karena bagi mereka sudah hal biasa menghadapi acara kematian.
Tapi ketika menginjak malam ketiga sejak kematian Masroni, terjadi sebuah peristiwa yang sangat menghebohkan. Beberapa warga di kampung itu mengaku ditemui arwah Masroni. Bahkan, Saroji mengalami kejadian yang amat menyeramkan. Dia didatangi arwah anaknya.
Malam itu, setelah usai tahlilan, beberapa warga sudah pada pulang. Saroji lalu menutup pintu dan jendela. Isteri dan dua anaknya yang lain sudah berangkat tidur di kamar.
Tidak seperti biasanya perasaan Saroji malam itu tidak enak. Dia tidak bisa memajamkan matanya untuk tidur. Dia lalu duduk-duduk di ruang tengah sambil mengisap rokok lintingan.
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu depan. Saroji pun kaget. Dia merasa aneh, karena tengah malam begini ada yang datang bertamu. Tapi mungkin itu orang yang tadi ikut tahlilan dan barangnya ketinggalan, pikirnya.
Tanpa menaruh prasangka apa-apa, Saroji lalu beranjak ke depan untuk membukakan pintu. Sebelum membuka pintu, Saroji sempat menanyai orang yang di luar.
"Sampeyan siapa?"
"Aku, Pak. Aku mau pulang...!" jawab satu suara.
Saroji mengerutkan alisnya. Dia merasakan ada yang aneh dari nada suara orang di luar. Karena penasaran, dia segera membuka pintu. Betapa kagetnya dia, melihat sosok pocongan yang hanya memperlihatkan separo raut wajahnya. Akibatnya, dia tak mampu berkata-kata, karena lidahnya terasa kelu. Seluruh sendri tulangnya seakan mau copot. Sebelum dia jatuh pingsan, sempat terdengar ucapan pocongan itu, "Tolong pak. Antarkan aku pulang. Aku tidak mau disini...."
Ketika Saroji siuman, dia sudah mendapati dirinya berada di atas pembaringan dikerubuti isteri dan anaknya. Mereka terlihat sangat cemas. Mereka bertanya padanya, apa yang sebenarnya terjadi sampai dirinya pingsan di depan pintu.
Saroji enggan menceritakan apa yang telah menimpa dirinya, karena dia khawatir isterinya bakal tambah shock bila tahu dirinya semalam di datangi arwah Masroni. Demi menjaga perasaan keluarganya, Saroji tidak menceritakan hal sebenarnya. Dia mengaku kelelahan karena tidak pernah istirahat.
Tapi rupanya kejadian seperti malam itu bukan dirinya sendiri yang mengalaminya. Beberapa warga lainnya yang tinggal di kampung itu juga mengaku telah didatangi arwah Masroni.
Modus yang digunakan oleh arwah Masroni hampir sama, yakni mengetuk pintu-pintu rumah warga. Dalam keadaan masih memakai kain kafan yang membungkus tubuhnya, Masroni merintih dan meratap. Dia meminta dirinya dipulangkan.
Kontan saja peristiwa ini membuat seisi desa jadi heboh. Kabar tentang arwah penasaran Masroni tersebar kemana-mana. Warga desa jadi takut untuk keluar rumah pada malam hari. Mereka tidak berani membukakan pintu bila ada yang mengetuk. Mereka benar-benar dicekam kengerian dan ketakutan.
Kondisi ini tentu saja membuat sedih keluarga Saroji. Mereka tak mengerti, kenapa arwah Masroni jadi penasaran dan mengganggu warga desa. Padahal seumur hidupnya Masroni tidak pernah berbuat cacat cela. Dia juga anak yang rajin bekerja.
Apakah karena dia mati dalam keadaan tragis, terlindas ban truk, sehingga arwahnya menjadi tidak tenang, demikian pikir Saroji. Suasana menegangkan dan mencekam yang menyelimuti warga desa mencapai puncaknya tatkala pagi yang masih berselimut kabut, Masroni muncul di jalan desa. Dia berjalan sambil menenteng tas ransel menuju ke rumahnya. Banyak warga yang tercengang dan lari ketakutan. Mereka bersembunyi di dalam rumah masing-masing.
Sikap para tetangga yang tampak ketakutan melihat kehadirannya itu membuat Masroni jadi heran. Sesampai di rumah, Masroni juga menghadapi hal sama. Orang tua dan saudara-saudaranya tampak ketakutan. Mereka berteriak-teriak memintanya pergi.
"Ayo, pergi! Jangan gangguan kami!" seru Saroji, ketakutan
"Lho, Pak, Bu! Ada ada apa ini sebenarnya? Kenapa semua orang jadi ketakutan melihat saya? Saya ini Masroni, Pak. Saya baru datang dari Jakarta," tegas anak muda itu.
"Kamu bukan Masroni, kamu arwah gentayangan! Maroni anakkua sudah mati," kata Saroji.
"Astaghfirullah, Pak! Omongan macam apa ini? Saya benar-benar Masroni, anak Bapak. Coba Bapak perhatikan baik-baik, aku masih menginjak tanah. Lagi pula mana ada hantu gentayangan di hari yang sudah terang begini?"
Karena ucapan Masroni begitu meyakinkan, kedua orang tua itu baru sadar. Orang yang berdiri dihadapan mereka benar-benar Masroni. Mereka lalu menghambur memeluk Masroni dan menangis sejadi-jadinya. Mereka senang, karena Masroni ternyata belum mati.
Masroni merasa bingung dengan kejadian ini. Setelah tangis kedua orang tuanya reda, mereka baru bisa menceritakan apa yang telah terjadi. Masroni mendengarkan dengan seksama cerita orang tuanya sambil sesekali tampak terperangah.
"Wah, pantas semua orang takut melihat saya. Rupanya saya dikira sudah mati. Padahal semua itu tidak benar!" cetus Masroni agak geli.
"Kalau begitu, siapa mayat yang pernah kami kuburkan itu?" tanya Saroji, seperti menggumam.
"Yah, mungkin ini ada kaitannya dengan kejadian yang saya alami, Pak. hari itu, sewaktu saya berangkat ke Jakarta menggunakan bus dan berhenti di daerah Semarang, saya turun sebentar untuk mencari makanan. Tiba-tiba ada orang yang menyenggol saya. Waktu itu saya tidak sadar. Baru ketika saya naik kembali ke dalam bus dan melanjutkan perjalanan saya baru tahu dompet saya kecopetan. Saya yakin dompet itu dicopet orang yang menyenggol saya waktu berhenti di Semarang. Kemungkinan korban kecelakaan yang dikira mayat saya, ya si pencopet itu," jelas Maroni sambil mengingat-ingat.
"Kenapa kamu tidak memberitahukan kepada kami kalau kamu masih hidup? Setidaknya kamu kan bisa kirim kabar kalau sudah sampai di Jakarta?"
"Ya, saya mana tahu dengan kejadian di sini, Pak. Begitu sampai di Jakarta saya langsung ke rumah Pakle Hadi. Saya lalu menceritakan kejadian yang saya alami. Oleh Pakle saya disuruh tinggal sementara di rumahnya. Tapi entah kenapa, saya merasakan ada firasat aneh. Sepertinya ada yang membisikan saya untuk segera kembali ke kampung lagi. Soalnya semua uang yang saya bawa benar-benar ludes diambil oleh si pencopet. Saya tidak mau membebani Pakle kalau hanya hidup menumpang. Saya lalu nekad pinjam uang sama Pakle dan membeli tiket pulang ke kampung. Niat saya mau minta sangu lagi sama Bapak. E....tidak tahunya di sini telah terjadi kehebohan!"
Mendengar penuturan Masroni, hati Saroji dan isterinya merasa lega. Mereka bersyukur karena Masroni masih hidup. Tapi sejurus kemudian perasaan mereka jadi kecut karena masih menyimpan persolan dengan mayat asing yang telah mereka kuburkan.
"Lalu, bagaimana dengan mayat tak dikenal yang kita kuburkan itu? Kalau tidak segera diatasi, nanti arwahnya akan terus gentayangan mengganggu warga desa?" cetus Saroji cemas.
"Begini saja, Pak. Kita minta saran pada orang pintar yang mengetahui masalah seperti ini," usul Masroni.
Semua setuju. Mereka lalu menemui seorang Kyai di daerah itu yang sangat dihormati. Oleh Kyai disarankan untuk mengadakan prosesi ulng dalam menguburkan jenazah orang tak dikenal itu. Ini harus dilakukan karena sebelumnya mayat itu diatasnamakan orang yang masih hidup.
Disamping itu, harus dicari keluarga si mayat untuk mendapatkan keridhoan. Jika dimungkinkan, jenazah orang yang tak dikenal itu bisa dipindahkan ke tempat yang dikehendaki keluarganya. Kalau keluarga ikhlas jenazahnya tetap dikubur ditempat itu, pemindahan tak perlu dilakukan.
Soal mencari keluarga mayat tak dikenal itu diserahkan kepada polisi. Dan tampaknya tak begitu sulit bagi polisi mencari keluarga mayat tak dikenal itu. Seperti pengakuan Masroni bahwa dompetnya dicopet, polisi lalu menelusuri jejak sang pencopet. Mereka punya data tentang para pelaku kriminal di setiap daerah. Akhirnya, keluarga si pencopet ditemukan. Nama pencopet malang itu adalah Juned. Keluarga Juned mengaku sudah lebih seminggu Juned tidak pulang ke rumah.
Setelah dicocokan dengan data forensik di laboraturium, diketahui bahwa mayat tak dikenal itu adalah Juned. Atas keinginan pihak keluarga kuburan juned lalu dipindahkan ke kampung halamannya.
Begitulah. Sejak makam Juned dipindahkan, arwah gentayangan itu tidak pernah lagi muncul dan mengganggu warga desa. Tapi Masroni yang pernah dikabarkan meninggal masih tetap gentayangan sampai saat ini. Ya, dia memang masih berumur panjang!
Gara-gara salah menguburkan mayat korban kecelakaan, warga kampung itu dihebohkan dengan peristiwa mistis. Hampir setiap malam arwah itu mengetuk-ngetuk pintu rumah penduduk. Dia minta dipulangkan....
Peristiwa mistis yang sangat menghebohkan ini terjadi di sebuah desa di wilayah Kabupaten Wonogiri, beberapa waktu yang lalu. Meski sudah cukup lama kejadiannya, namun jika mengingatnya orang-orang di desa itu jadi ngeri. Mungkin juga bagi para Pembaca yang mengikuti kisahnya berikut ini.
Ketika itu, warga desa dimaksud diteror oleh kehadiran arwah gentayangan. Sang arwah hampir setiap malam mengetuk pintu-pintu rumah penduduk. Namun dari kejadian ini akhirnya warga menjadi tahu, telah terjadi kesalahan dalam menguburkan jenazah dimaksud.
Kejadian ini bermula ketika Masroni (nama samaran), hendak berangkat merantau ke Jakarta. Sebagaimana pemuda-pemuda lainnya di desa itu, Masroni ingin mengadu nasib di Ibu Kota. Hanya dengan berbekal ijazah SMP, Masroni berangkat ke Jakarta menggunakan angkutan bus. Sebelum berangkat, kedua orangtuanya memberikan banyak wejangan.
"Hati-hati ya, Le. Di kota itu keadaannya tidak sama dengan di desa. Jangan mudah terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayu orang. Cari pekerjaan yang halal, jangan jadi pencuri atau maling!" demikian ujar Saroji, ayahnya.
"Kalau bawa uang juga hati-hati. Di kota banyak copet dan jambret!" sambung emaknya.
Masroni hanya mengangguk-angguk mendengar semua nasehat orangtuanya. Dia pun akhir berangkat dengan dilepas oleh kedua orangtuanya dengan deraian air mata. Maklumlah, baru kali ini Masroni pergi jauh dari orangtua. Namun begitu, Saroji dan isterinya berusaha tetap tabah. Mereka mendoakan anaknya agar diberi keselamatan.
Malangnya, baru sehari Masroni pergi, tiba-tiba keesokan harinya datang kabar bahwa Masroni meninggal karena kecelakaan. Dia tewas terlindas truk di daerah Semarang. Berita ini disampaikan langsung oleh petugas kepolisan yang menangani kasus kecelakaan itu. Mereka mengetahui alamat Masroni dari dompet yang ada di saku celananya. Di dalam dompet itu terdapat KTP dan tanda pengenal Masroni lainnya. Bahkan uang yang dibawanya dari rumah masih utuh.
Mendengar kabar tragis ini, kontan saja kedua orang tua Masroni shock bukan main. Emaknya menjerit histeris dan langsung jatuh pingsan. Sementara Saroji terduduk lemas, tak mampu lagi berdiri. Anak laki-laki yang menjadi tumpuan harapan mereka telah tiada.
Karena jenazah Maroni masih berada di rumah sakit yang ada di Semarang, maka polisi mengajak salah seorang keluarga Masroni untuk mengambilnya sekaligus untuk proses administrasi. Sarijan, adik Saroji, diutus oleh keluarga besar untuk mengambil jenazah Masroni. Ketika sampai di rumah sakit bersangkutan, Sarijan dibawa ke kamar mayat. Dia diberi kesempatan menengok jenazah Masroni yang sudah dimandikan dan ditutupi kain kafan.
Berhubung kondisi mayat Masroni yang terluka cukup parah, kepalanya remuk tak berbentuk, membuat Sarijan tidak bisa mengenalinya lagi. Sarijan pun tak bisa melihatnya lama-lama, karena hatinya miris, ditambah rasa takut. Tapi dia meyakini mayat laki-laki itu adalah keponakannya. Lagipula, dari bukti dompet yang ditemukan polisi sudah jelas bahwa mayat itu adalah jenazah Masroni.
Setelah menyelesaikan administrasi, jenazah Masroni dibawa ke kampung halamannya dengan menggunakan mobil ambulans. Sesampai di rumah jenazah Masroni yang sudah dimandikan, dikafani dan dimasukkan dalam peti mati di rumah sakit langsung diletakkan di tengah ruangan. Mengingat kondisi jenazah yang sangat parah, tidak seorang pun diperkenankan melihatnya. Bahkan orang tua Masroni hanya diberikan kesempatan melihat sekilas saja melalui celah peti mati. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan shock berat. Mereka hanya tinggal mensholatinya saja.
Tanpa menunggu waktu lama, jenazah Maroni kemudian dikuburkan di pemakaman desa. Satu persatu pelayat yang mengantar kepergian Masroni kembali ke rumah masing-masing. Tapi pembicaraan tentang kematian Masroni akibat kecelakaan masih berlangsung di tengah warga kampung. Mereka tampaknya masih dibuat kaget dan tak percaya bila Masroni begitu cepat pergi.
Mulai malam sejak kematian Masroni hingga malam ke tujuh, di rumah Saroji diadakan acara tahlilan. Warga kampung banyak yang datang untuk mengikuti tahlilan. Mereka tidak takut dan tidak diliputi perasaan apa-apa, karena bagi mereka sudah hal biasa menghadapi acara kematian.
Tapi ketika menginjak malam ketiga sejak kematian Masroni, terjadi sebuah peristiwa yang sangat menghebohkan. Beberapa warga di kampung itu mengaku ditemui arwah Masroni. Bahkan, Saroji mengalami kejadian yang amat menyeramkan. Dia didatangi arwah anaknya.
Malam itu, setelah usai tahlilan, beberapa warga sudah pada pulang. Saroji lalu menutup pintu dan jendela. Isteri dan dua anaknya yang lain sudah berangkat tidur di kamar.
Tidak seperti biasanya perasaan Saroji malam itu tidak enak. Dia tidak bisa memajamkan matanya untuk tidur. Dia lalu duduk-duduk di ruang tengah sambil mengisap rokok lintingan.
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu depan. Saroji pun kaget. Dia merasa aneh, karena tengah malam begini ada yang datang bertamu. Tapi mungkin itu orang yang tadi ikut tahlilan dan barangnya ketinggalan, pikirnya.
Tanpa menaruh prasangka apa-apa, Saroji lalu beranjak ke depan untuk membukakan pintu. Sebelum membuka pintu, Saroji sempat menanyai orang yang di luar.
"Sampeyan siapa?"
"Aku, Pak. Aku mau pulang...!" jawab satu suara.
Saroji mengerutkan alisnya. Dia merasakan ada yang aneh dari nada suara orang di luar. Karena penasaran, dia segera membuka pintu. Betapa kagetnya dia, melihat sosok pocongan yang hanya memperlihatkan separo raut wajahnya. Akibatnya, dia tak mampu berkata-kata, karena lidahnya terasa kelu. Seluruh sendri tulangnya seakan mau copot. Sebelum dia jatuh pingsan, sempat terdengar ucapan pocongan itu, "Tolong pak. Antarkan aku pulang. Aku tidak mau disini...."
Ketika Saroji siuman, dia sudah mendapati dirinya berada di atas pembaringan dikerubuti isteri dan anaknya. Mereka terlihat sangat cemas. Mereka bertanya padanya, apa yang sebenarnya terjadi sampai dirinya pingsan di depan pintu.
Saroji enggan menceritakan apa yang telah menimpa dirinya, karena dia khawatir isterinya bakal tambah shock bila tahu dirinya semalam di datangi arwah Masroni. Demi menjaga perasaan keluarganya, Saroji tidak menceritakan hal sebenarnya. Dia mengaku kelelahan karena tidak pernah istirahat.
Tapi rupanya kejadian seperti malam itu bukan dirinya sendiri yang mengalaminya. Beberapa warga lainnya yang tinggal di kampung itu juga mengaku telah didatangi arwah Masroni.
Modus yang digunakan oleh arwah Masroni hampir sama, yakni mengetuk pintu-pintu rumah warga. Dalam keadaan masih memakai kain kafan yang membungkus tubuhnya, Masroni merintih dan meratap. Dia meminta dirinya dipulangkan.
Kontan saja peristiwa ini membuat seisi desa jadi heboh. Kabar tentang arwah penasaran Masroni tersebar kemana-mana. Warga desa jadi takut untuk keluar rumah pada malam hari. Mereka tidak berani membukakan pintu bila ada yang mengetuk. Mereka benar-benar dicekam kengerian dan ketakutan.
Kondisi ini tentu saja membuat sedih keluarga Saroji. Mereka tak mengerti, kenapa arwah Masroni jadi penasaran dan mengganggu warga desa. Padahal seumur hidupnya Masroni tidak pernah berbuat cacat cela. Dia juga anak yang rajin bekerja.
Apakah karena dia mati dalam keadaan tragis, terlindas ban truk, sehingga arwahnya menjadi tidak tenang, demikian pikir Saroji. Suasana menegangkan dan mencekam yang menyelimuti warga desa mencapai puncaknya tatkala pagi yang masih berselimut kabut, Masroni muncul di jalan desa. Dia berjalan sambil menenteng tas ransel menuju ke rumahnya. Banyak warga yang tercengang dan lari ketakutan. Mereka bersembunyi di dalam rumah masing-masing.
Sikap para tetangga yang tampak ketakutan melihat kehadirannya itu membuat Masroni jadi heran. Sesampai di rumah, Masroni juga menghadapi hal sama. Orang tua dan saudara-saudaranya tampak ketakutan. Mereka berteriak-teriak memintanya pergi.
"Ayo, pergi! Jangan gangguan kami!" seru Saroji, ketakutan
"Lho, Pak, Bu! Ada ada apa ini sebenarnya? Kenapa semua orang jadi ketakutan melihat saya? Saya ini Masroni, Pak. Saya baru datang dari Jakarta," tegas anak muda itu.
"Kamu bukan Masroni, kamu arwah gentayangan! Maroni anakkua sudah mati," kata Saroji.
"Astaghfirullah, Pak! Omongan macam apa ini? Saya benar-benar Masroni, anak Bapak. Coba Bapak perhatikan baik-baik, aku masih menginjak tanah. Lagi pula mana ada hantu gentayangan di hari yang sudah terang begini?"
Karena ucapan Masroni begitu meyakinkan, kedua orang tua itu baru sadar. Orang yang berdiri dihadapan mereka benar-benar Masroni. Mereka lalu menghambur memeluk Masroni dan menangis sejadi-jadinya. Mereka senang, karena Masroni ternyata belum mati.
Masroni merasa bingung dengan kejadian ini. Setelah tangis kedua orang tuanya reda, mereka baru bisa menceritakan apa yang telah terjadi. Masroni mendengarkan dengan seksama cerita orang tuanya sambil sesekali tampak terperangah.
"Wah, pantas semua orang takut melihat saya. Rupanya saya dikira sudah mati. Padahal semua itu tidak benar!" cetus Masroni agak geli.
"Kalau begitu, siapa mayat yang pernah kami kuburkan itu?" tanya Saroji, seperti menggumam.
"Yah, mungkin ini ada kaitannya dengan kejadian yang saya alami, Pak. hari itu, sewaktu saya berangkat ke Jakarta menggunakan bus dan berhenti di daerah Semarang, saya turun sebentar untuk mencari makanan. Tiba-tiba ada orang yang menyenggol saya. Waktu itu saya tidak sadar. Baru ketika saya naik kembali ke dalam bus dan melanjutkan perjalanan saya baru tahu dompet saya kecopetan. Saya yakin dompet itu dicopet orang yang menyenggol saya waktu berhenti di Semarang. Kemungkinan korban kecelakaan yang dikira mayat saya, ya si pencopet itu," jelas Maroni sambil mengingat-ingat.
"Kenapa kamu tidak memberitahukan kepada kami kalau kamu masih hidup? Setidaknya kamu kan bisa kirim kabar kalau sudah sampai di Jakarta?"
"Ya, saya mana tahu dengan kejadian di sini, Pak. Begitu sampai di Jakarta saya langsung ke rumah Pakle Hadi. Saya lalu menceritakan kejadian yang saya alami. Oleh Pakle saya disuruh tinggal sementara di rumahnya. Tapi entah kenapa, saya merasakan ada firasat aneh. Sepertinya ada yang membisikan saya untuk segera kembali ke kampung lagi. Soalnya semua uang yang saya bawa benar-benar ludes diambil oleh si pencopet. Saya tidak mau membebani Pakle kalau hanya hidup menumpang. Saya lalu nekad pinjam uang sama Pakle dan membeli tiket pulang ke kampung. Niat saya mau minta sangu lagi sama Bapak. E....tidak tahunya di sini telah terjadi kehebohan!"
Mendengar penuturan Masroni, hati Saroji dan isterinya merasa lega. Mereka bersyukur karena Masroni masih hidup. Tapi sejurus kemudian perasaan mereka jadi kecut karena masih menyimpan persolan dengan mayat asing yang telah mereka kuburkan.
"Lalu, bagaimana dengan mayat tak dikenal yang kita kuburkan itu? Kalau tidak segera diatasi, nanti arwahnya akan terus gentayangan mengganggu warga desa?" cetus Saroji cemas.
"Begini saja, Pak. Kita minta saran pada orang pintar yang mengetahui masalah seperti ini," usul Masroni.
Semua setuju. Mereka lalu menemui seorang Kyai di daerah itu yang sangat dihormati. Oleh Kyai disarankan untuk mengadakan prosesi ulng dalam menguburkan jenazah orang tak dikenal itu. Ini harus dilakukan karena sebelumnya mayat itu diatasnamakan orang yang masih hidup.
Disamping itu, harus dicari keluarga si mayat untuk mendapatkan keridhoan. Jika dimungkinkan, jenazah orang yang tak dikenal itu bisa dipindahkan ke tempat yang dikehendaki keluarganya. Kalau keluarga ikhlas jenazahnya tetap dikubur ditempat itu, pemindahan tak perlu dilakukan.
Soal mencari keluarga mayat tak dikenal itu diserahkan kepada polisi. Dan tampaknya tak begitu sulit bagi polisi mencari keluarga mayat tak dikenal itu. Seperti pengakuan Masroni bahwa dompetnya dicopet, polisi lalu menelusuri jejak sang pencopet. Mereka punya data tentang para pelaku kriminal di setiap daerah. Akhirnya, keluarga si pencopet ditemukan. Nama pencopet malang itu adalah Juned. Keluarga Juned mengaku sudah lebih seminggu Juned tidak pulang ke rumah.
Setelah dicocokan dengan data forensik di laboraturium, diketahui bahwa mayat tak dikenal itu adalah Juned. Atas keinginan pihak keluarga kuburan juned lalu dipindahkan ke kampung halamannya.
Begitulah. Sejak makam Juned dipindahkan, arwah gentayangan itu tidak pernah lagi muncul dan mengganggu warga desa. Tapi Masroni yang pernah dikabarkan meninggal masih tetap gentayangan sampai saat ini. Ya, dia memang masih berumur panjang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar