Kamis, 10 Januari 2008

AKIBAT GUNA-GUNA SUAMIKU JADI GENDERUWO

Penulis : EKA SUPRIATNA

Karena cintanya tak terbalas, si pemuda mengirim guna-guna dengan cara menginjak-injak Al Qur'an di kuburan. Apa yang terjadi? Guna-guna ini menyerang pasangan pengantin baru Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni. Di saat sang suami hendak menyentuhnya, Eni Nuraeni melihat tampang Wahyu berubah jadi genderuwo...

Kesaksian aneh ini di peroleh dari pasangan suami-isteri muda Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni di Sukabumi, Jabar. Akibat pengaruh guna-guna, mahligai rumah tangga yang mereka cita-citakan nyaris saja karam tanpa pelabuhan terakhir.
Di hari pesta perkawinan, Eni Nuraeni mendadak lari meninggalkan kursi pelaminan sambil menjerit-jerit ketakutan. Semua tamu undangan dibuat kebingungan, sementara Wahyu Hidayat tercekam ketidakmengertian atas sikap isterinya yang mendadak sangat ketakutan melihat dirinya. Lantas, apa yang sesungguhnya terjadi?
"Waktu itu, aku tidak melihat Kang Wahyu yang berada di sisiku. Tapi yang kulihat adalah sosok pria menyeramkan. Wajahnya ditumbuhi bulu yang sangat lebat, mata besar merah menyala, begitupun mulutnya nampak sangat merah seperti baru menghisap darah. Karena itulah aku lari sambil menjerit-jerit ketakutan," Eni Nuraeni menceritakan pengalamannya kepada Penulis beberapa pekan silam.
Ketika itu, Wahyu tentu saja tak menyadari perubahan yang telah terjadi terhadap dirinya. Ya, dia tak tahu apa yang jadi penyebab sehingga di mata sang isteri tampangnya berubah jadi sosok pria menyeramkan yang wujudnya sangat mirip genderuwo.
"Waktu itu, saya benar-benar bingung dan tak mengerti apa yang telah terjadi. Banyak orang yang menganggap Eni hanya berhalusinasi atau kerasukan makhluk halus, sehingga dia berubah kalap. Tapi ternyata persoalannya tidak sesederhana itu," cerita Wahyu, menambahkan kesaksian yang dituturkan isterinya.
Benar kata Wahyu, persoalannya memang tidak sesederhana seperti yang diduga oleh banyak orang. Eni Nuraeni bukan sekedar berhalusinasi atau kerasukan makhluk halus. Dia kalap karena melihat tampang suaminya yang berubah jadi genderuwo akibat pengaruh kekuatan guna-guna. Ilmu hitam ini dikirim oleh seorang pemuda bernama Danang (bukan nama sebenarnya-Pen) yang jatuh cinta berat kepadanya, namun Eni menolaknya sebab dia lebih mencintai Wahyu Hidayat.
Kisah nyata Wahyu, Danang dan Eni, sungguh merupakan segi tiga cinta yang sangat menarik, sekaligus penuh daya cekam. Bagaimanakah kisah tersebut terjalin? Berikut ini rekaman kesaksian Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni selengkapnya…:

Hanya selang sehari setelah akad nikah yang digelar di sebuah masjid yang ada di lingkungan tempat tinggal keluarga mempelai wanita, pesta pernikahan antara Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni pun akhirnya digelar dengan sangat meriah. Upacara penyambutan mempelai pria yang dilakukan dengan adat Sunda juga berjalan lancar, penuh haru dan kebahagiaan. Setelah syair-syair tradisi Sunda dilantunkan, maka mempelai pria dan wanita dipertemukan. Bak raja dan ratu, mereka kemudian dikawal menuju ke pelaminan yang telah ditata sedemikian rupa, sehingga terlihat sangat indah.
Segalanya memang tampak meriah, penuh keceriaan. Irama degung yang mengalun syahdu mengiringi langkah dua sejoli itu menuju pelaminan. Semua mata memandang kagum ke arah mereka. Para remaja putra dan putri menatap dengan perasaan iri. Ah, betapa sempurnanya kecantikan Eni Nuraeni hari itu. Tubuhnya yang tinggi semampai tampak begitu serasi dalam balutan busana pengantin ala Sunda. Lelaki di sebelahnya juga begitu tampan dan sangat sepadan dengannya. Pokoknya, mereka benar-benar pasangan yang sangat serasi.
Irama degung terus mengalun syahdu, dan pasangan pengantin pun telah tiba di sisi pelaminan. Tibalah saatnya upacara Adat Sungkeman, yakni mempelai wanita diharuskan mencium ujung kaki mempelai lelaki, dan setelah itu mempelai lelaki mengajaknya berdiri lalu mencium kening mempelai wanita.
Selama beberapa waktu sepertinya semua akan berjalan dengan lancar. Dengan gerakan yang sangat anggun, Eni Nuraeni merundukkan badannya lalu mencium ujung kaki Wahyu yang telah resmi menjadi suaminya, sebagai tanda bahwa dia siap berbakti. Suasana sesaat berubah hening dalam iringan merdu irama degung. Namun, keheningan ini kemudian berubah mencekam ketika Eni Nuraeni mendadak lari meninggalkan pelaminan sambil berteriak-teriak ketakutan. Dia menabrak orang-orang yang menghalangi langkahnya, sebelum akhirnya dia bersembunyi di dalam kamar pengantin.
"Tidaaak…pergi…pergi…pergiii…!?" demikian jerit mempelai wanita hanya sesaat setelah mempelai pria membimbingnya untuk berdiri dan siap mencium keningnya sebagai tanda kasih sayang yang tulus. Setelah itu, dia terus lari bagai kesetanan, sehingga membuat suasana yang syahdu berubah jadi mencekam. Bahkan, Wahyu Hidayat sempat terjatuh karena Eni mendorongnya sebelum lari meninggalkannya.
Mengapa pengantin wanita berbuat seperti itu terhadap pengantin pria? Bukankah mereka saling mencintai? Kebingungan ini dirasakan oleh semua orang yang hadir, terutama keluarga dari kedua belah pihak. Namun, keluarga Eni-lah yang paling bingung, sekaligus malu atas kejadian ini.
"Kenapa kamu bersikap seperti itu, Nak? Kenapa kamu mendadak jadi ketakutan melihat suamimu, bukankah kamu mencintainya?" tanya Hajjah Rohimah, Ibunda Eni.
Sambil berusaha menghentikan tangisnya, Eni menjawab, "Saya takut, Bu! Yang tadi itu bukan Kang Wahyu."
“Kalau bukan Wahyu suamimu, lalu dia itu siapa?” desak Hajjah Rohimah dengan suara yang sabar.
“Aku nggak tahu, Bu. Tapi, aku lihat yang tadi benar-benar bukan Kang Wahyu suamiku. Dia itu makhluk yang sangat menyeramkan. Hih, wajahnya seperti genderuwo!” jelas Eni diselingi sedu-sedan tangisnya.
Hajjah Rohimah dan beberapa ibu lainnya yang ada dalam kamar itu saling pandang antara satu dengan yang lainnya. Mereka tentu saja heran dan tak habis pikir mendengar penjelasan Eni Nuraeni. Mengapa Eni mengaku melihat pria dengan wajah menyeramkan, padahal yang mereka lihat di pelaminan sana jelas-jelas adalah Wahyu Hidayat yang gagah dan tampan?
"Ya, sudahlah! Mungkin kamu kelelahan saja, Nak!" ucap Hajjah Rohimah, coba menetralisir suasana. Dengan berbisik dia lalu meminta tolong salah seorang dari kaum perempuan paruh baya yang ada di kamar itu untuk menghadirkan Wahyu. Tak berapa lama kemudian, sang mempelai pria telah ada di ruangan itu.
"Coba kau lihat. Ini Wahyu suamimu, bukan?" kata Hajjah Rohimah kepada putrinya.
Eni mengangkat wajahnya, lalu memandang Wahyu yang berdiri di hadapannya. Herannya, kali ini dia tidak ketakutan lagi. Bahkan, begitu melihat Wahyu dia langsung bangkit dan menubruknya. Tangisnya pun kemudian mengembang dalam pelukan lelaki ini.
"Maafkan Eni, Kang! Tadi itu, Eni benar-benar nggak lihat Kang Wahyu, tapi Eni lihat sosok makhluk menyeramkan itu," rengek ini dalam tangisnya.
Semua yang hadir menarik nafas lega. Termasuk Haji Nursaid, ayahnya Eni. Juga Haji Ahmad Satiri, ayahnya Wahyu. Bahkan, kedua orang tua ini kemudian saling berbisik dan coba menyimpulkan apa yang sesungguhnya telah terjadi terhadapi diri Eni. Ya, mereka menduga bahwa Eni kelelahan, sehingga berhalusinasi yang macam-macam.
Halusinasi? Ternyata tidak sesederhana itu. Buktinya, keanehan itu kembali terjadi hanya selang beberapa jam kemudian. Tepatnya setelah pesta pernikahan itu usai, dan pasangan pengantin telah bersiap menikmati malam pertamanya.
Ya, malam itu sekitar pukul 23.30 WIB. Suasana rumah sohibul bait telah sepi, sebab para tamu telah pulang ke rumahnya masing-masing. Kesempatan ini sungguh sangat dinantikan oleh Wahyu Hidayat. Sebagai pria normal, dia pasti sudah tak sabaran ingin menikmati kehangatan tubuh wanita yang sangat dicintainya. Dengan sebuah isyarat kedipan mata, dia mengajak Eni untuk meninggalkan arena pentas organ tunggal yang digelar di halaman rumah Haji Nuarsaid yang memang sangat luas. Eni sendiri cukup mengerti dengan keinginan suaminya, sebab sesungguhnya dia pun sangat ingin merasakan bagaimana sebenarnya malam pertama itu. Sebagai remaja dari keluarga terhormat dan teguh mengemban ajaran agama, selama berpacaran mereka memang sangat membatasi hubungan. Sentuhan yang mereka lakukan paling-paling hanya sebetas saling meremas tangan.
Sebagai sejoli yang telah lama memendam hasrat birahi, begitu tiba di dalam kamar mereka langsung berpagut dengan penuh gelora. Nyaris, tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, kecuali desah dan rintih kenikmatan, serta deru nafas mereka yang saling memburu dengan cepat. Satu demi satu busana ditanggalkan, sehingga tak ada batas lagi di antara mereka.
Namun, keindahan sorgawi itu mendadak berubah jadi neraka. Ketika Wahyu bermaksud melaksanakan tugas pertamanya sebagai suami, persisnya ketika dengan lutut gemetar dan darah mendidih dia siap melakukan penetrasi malam pertama, mendadak Eni memperlakukannya dengan sangat kasar. Dengan sekuat tenaga Eni menendang perutnya. Buk! Wahyu mengaduh kesakitan. Tubuhnya hampir jatuh terjerembab dari atas kasur berseprai merah jambu. Sementara, sambil menjerit-jerit ketakutan Eni berlari ke sudut kamar.
"Tidaaak…pergi…pergi…pergiii…!?" teriak Eni dengan air mata yang langsung menganak sungai di atas wajahnya yang cantik kemayu.
"Kenapa, Eni? Ada apa…apa yang terjadi? geragap Wahyu, penuh ketidakmengertian.
Kemesraan yang telah mereka rajut musnah dalam seketika. Di luar kamar orang-orang terdengar menggedor-gedor pintu, sambil berteriak-teriak menanyakan apa yang telah terjadi….
***

"Malam pertama kami gagal, sebab aku lihat waktu itu wujud Kang Wahyu benar-benar berubah menjadi genderuwo yang sangat menyeramkan," kenang Eni.
"Kejadian ini hampir saja berakibat fatal, sebab keluarga saya mendapat malu besar akibat perlakukan Eni terhadap diri saya di malam pertama itu. Untung, saya bisa memberikan pengertian kepada mereka, terutama kepada ayah saya yang memang temperamental itu," tambah Wahyu.
"Sialnya, kejadian aneh di malam pertama itu terulang juga di malam-malam berikutnya. Setiap kali Kang Wahyu berniat melakukan tugasnya sebagai suami, maka saya selalu melihat wujud dan tampangnya berubah menjadi makhluk mengerikan itu," sela Eni Nuraeni.
Dengan nada kecut, Wahyu pun ikut menegaskan, "Karena kejadian tersebut terus berulang, akibatnya ayah saya meminta agar saya segera menceraikan Eni. Waktu itu, ayah saya sudah sampai pada suatu kesimpulan bahwa Eni gadis yang kurang waras."
"Untungnya, Kang Wahyu tidak mengikuti saran itu. Dia malah mengajak saya berobat atau berkonsultasi kepada beberapa orang paranormal dan kyai, sebab Kang Wahyu mulai yakin kalau apa yang terjadi dengan diri saya itu memang diakibatkan oleh sesuatu yang tidak wajar," timpal Eni sambil bergayut manja di atas bahu suaminya yang bidang.
***

Wahyu memang begitu mencintai Eni, karena itu dia lebih percaya pada dirinya sendiri, ketimbang pendapat ayahnya yang mengatakan kalau Eni gadis yang kurang waras. Bahkan, Wahyu meyakini ada sesuatu kekuatan yang mempengarui syaraf Eni, sehingga setiap kali akan disetubuhinya maka Eni akan melihat wujud dan tampang dirinya berubah menyeramkan seperti genderuwo.
Setelah sampai pada keyakinan tersebut, Wahyu akhirnya mengajak Eni berobat kepada beberapa orang kyai dan paranormal. Sayangnya, usahanya ini tidak membawa hasil. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Kyai Abdul Munir di Lebak, Banten, yang memberinya petunjuk bahwa keanehan yang diderita oleh Eni itu hanya mungkin bisa sembuh di tangan seorang pemuda yang rajin membaca dan menelaah kitab-kitab Ilmu Hikmah. Tapi, siapakah pemuda yang dimaksud?
"Kalau berjodoh, Nak Wahyu pasti akan segera menemukannya." Demikian pesan Kyai Abdul Munir.
Wahyu dan Eni coba meyakini kebenaran pesan orang tua yang sangat terkenal dengan kemustajaban perkataannya itu. Karenanya, mereka tak lagi berusaha mendatangi orang-orang pintar lainnya. Walau mereka memendam penderitaan yang sangat berat, sebab sebagai pasangan suami isteri namun tak bisa melakukan hubungan intim, tapi mereka berusaha untuk tetap bersabar. Wahyu pun tak mau memaksakan hasratnya, sebab hal ini bisa membuat isterinya berubah sangat histerius. Ya, bila Wahyu berusaha mengintimi isterinya, maka Eni selalu melihat Wahyu berubah menjadi sosok monster yang sangat menyeramkan itu.
Dengan cinta, halangan sebesar apapun akan bisa dilalui. Kebenaran fatwa ini sungguh sangat mengena untuk menggambarkan akhir dari penderitaan yang dialami oleh pasangan Wahyu dan Eni.
Ceritanya, suatu hari Wahyu mampir di rumah Faturahman, sahabatnya sejak sama-sama di SMA. Ketika itu, mereka pun berbincang banyak hal. Salah satunya yang paling seru adalah cerita tentang hubungan cinta antara Fatur dengan Rianti, cewek yang sejak dulu jadi idolanya, tapi sayangnya tak pernah mau menerima cinta Fatur.
"Sekarang, sehari saja nggak ketemu aku, Rianti itu pasti bisa pusing tujuh keliling!" cerita Fatur, antusias.
"Bukannya dulu dia paling sebel sama kamu?" sergah Wahyu yang tahu benar sahabatnya ini tidak pernah bisa mendekati Rianti, apalagi sampai berhasil merebut cintanya.
"Itu dulu, sekarang keadaan sudah berbalik 180 derajat!"
"Memangnya kamu apakan dia? Kamu pelet? Ah, nonsens. Pasti dia habis patah hati, makanya Rianti mau menerima kamu. Ya, mungkin sekedar pelarian. Jadi, jangan geer dulu deh. Paling-paling juga kamu cuma jadi ban serep, setelah dia dapat ganti, kamu pasti ditendang."
Fatur malah tersenyum simpul. Dia menghilang sebentar, kemudian balik sambil menunjukkan sebuah ikat pinggang kepada Wahyu. "Terus terang, Rianti berubah cinta berat sama aku karena kekuatan gaib benda ini," katanya sambil memarkan ikat pinggang tadi..
"Ikat pinggang ini?" belalak Wahyu.
"Ini bukan ikat pinggang sembarangan, Sobat! Namanya Sabuk Pengasihan," jelas Fatur.
Mungkin karena sudah berjodoh sesuai dengan pesan Kyai Abdul Munir, Wahyu tiba-tiba merasa sangat tertarik dengan apa yang disebut sebagai Sabuk Pengasihan itu. Karena itu akhirnya dia bertanya banyak hal berkenaan dengan piranti mistis tersebut. Dia pun lebih terpesona lagi setelah mendengar cerita bahwa dengan Sabuk Pengasihan itu Fatur dapat memiliki cinta Rianti hanya dalam waktu 2 minggu.
"Sekarang, Rianti nggak bisa lepas dari aku. Malahan, dia mulai sering meminta keseriusanku untuk menikahinya," tandas Fatur sambil cengengesan. Melihat lawan bicaranya yang malah bengong, dia pun segera bertanya, "He, kamu kenapa?"
Wahyu menghela nafas berat, coba menekan perasaan. "Kau tahu masalah yang aku hadapi dengan isteriku. Kalau kau tidak keberatan, tolong antar aku ke tempat paranormal muda yang kau sebut bernama Saipudin itu. Ya, mana tahu dia pemuda yang dimaksudkan oleh Kyai Abdul Munir, seperti yang aku ceritaka ke kamu tempo hari," cetusnya.
Fatur tak keberatan menemani kawannya yang tengah dirundung masalah itu berkunjung ke kediaman Saipudin di Jakarta. Esok harinya, merekapun berangkat ke Jakarta dengan mengendarai Honda Jazz milik Wahyu. Sesampainya di kediaman Saipudin, paranormal muda ini langsung melakukan terawangan gaib setelah lebih dulu mendengar permasalahan yang dihadapi oleh Wahyu dan isterinya.
Menurut paranormal muda yang banyak menelaah dan mendalami berbagai kitab Ilmu Hikmah ini, keanehan yang menimpa diri Eni Nuraeni jelas sekali disebabkan oleh adanya kekuatan gaib semacam guna-guna. Menurut Saipudin, guna-guna tersebut dilakukan oleh seorang pemuda yang mencintai Eni, dengan cara menginjak-injak Al Qur’an sambil bersumpah bahwa Wahyu, pemuda yang menikahi Nuraeni, takkan bisa menyentuh kesucian gadis yang dicintainya.
"Bagaimana hal itu bisa terjadi, Pak?" tanya Wahyu sambil memandang takzim pada Saipudin yang meskipun usianya masih relatif muda, namun sudah sedemikian dalam pengetahuannya, khususnya dalam hal ilmu gaib.
"Itu sangat mungkin, Pak Wahyu. Ketahuilah, untuk mengguna-gunai seseorang itu sebenarnya tidak perlu memakai bantuan dukun atau paranormal aliran hitam. Siapapun bisa melakukannya asal berani menanggung resikonya. Caranya, ya seperti yang dilakukan oleh lelaki yang mendendam kepada isteri Anda itu. Dia bersumpah dengan menginjak-injak Al Qur’an di kuburan, dengan sumpah yang menghendaki agar Anda tidak bisa bisa menyentuh kesucian gadis yang juga dicintainya. Karena setan-setan mendengarnya, maka mereka membantu mewujudkan sumpah lelaki ini. Makanya tak heran kalau hubungan rumah tangga Anda jadi terganggu,” jelas Saipudin, panjang lebar.
"Tapi, siapa pemuda itu, Pak?" desak Wahyu, penasaran.
Saipudin tersenyum simpul. "Saya tak mau mendahului Yang Maha Kuasa. Tapi kalau Allah ridho pada usaha yang kita lakukan, pasti Dia akan menunjukkan tanda-tandanya. Insya Allah, saya akan membatu mendoakannya," jawabnya, diplomatis.
Dengan pesan agar jangan sampai diketahui Eni Nuraeni, Saipudin akhirnya memberikan Sabuk Pengasihan kepada Wahyu, seraya berpesan agar piranti mistis itu selalu digunakannya….
***

Sambil menarik nafas lega, Wahyu berkisah, "Setelah memakai Sabuk Pengasihan itu, Eni memang semakin menyayangi saya. Bahkan dua minggu setelah itu, saat kami mencoba untuk melakukan hubungan intim, maka keajaiban yang tidak kami duga sebelumnya berlangsung. Ya, Eni mau menerima saya. Dia tak lagi melihat saya berubah jadi monster menakutkan itu. Selanjutnya, tentu Anda tahu apa yang terjadi.”
Setelah tersipu-sipu, Eni ikut menambahkan cerita suaminya, "Tapi pagi harinya kami mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Kang Danang mengalami kecelakaan di puncak. Mobilnya masuk jurang, dan dia tewas dalam kecelakaan tersebut."
Siapakah Danang? Dia adalah pemuda yang pernah melamar Eni, namun Eni menolaknya karena dia telah menjatuhkan cintanya pada Wahyu Hidayat. Lantas, apakah Danang yang telah melakukan guna-guna itu?
"Menurut cerita Sumaryoto, salah seorang sehabat dekat Danang, tiga hari sebelum kami menikah, Danang memang pernah bersumpah di kuburan sambil menginjak-injak Al Qur’an. Sumpah ini dilakukan pas tengah malam. Ya, mungkin itulah yang dimaksudkan oleh Pak Saipudin. Saya kagum karena beliau bisa menerawang dengan sempurna," cerita Wahyu sembil memeluk isterinya.
Kini, mereka telah bahagia. Bahkan, Eni Nuraeni sudah telat tiga bulan. Walau dia tahu cintanya bertambah berat kepada Wahyu gara-gara Sabuk Pengasihan pemberian Saipudin, namun dia tak pernah merasa kecewa. Malahan, Eni meyakini hal ini sebagai karunia Tuhan untuk kebahagiaan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar