Penulis : DHANY
Konon, jin ini adalah penggemar kepala bekakak ayam yang dijadikan sesajen di kuburan. Siapa yang berani mengambil kepala bekakak ayam tersebut untuk jimat judi, maka dia akan menghadapi terornya. Berikut adalah kisah mistis berkaitan dengan kepercayaan tersebut....
Jin kepala miring! Sesuai dengan namanya, sosok makhluk halus yang satu ini memang kelihatan cukup menyedihkan. Badannya sama seperti manusia biasa, hanya yang membedakannya dari posisi kepalanya. Tulang lehernya seperti patah, menyebabkan kepalanya terkulai miring.
Sesungguhnya jin kepala miring tidak membahayakan. Dia tidak seperti jin kemangmang, banaspati maupun jin cekik yang dapat menyerang bahkan menghabisi nyawa manusia.
Jin kepala miring kemunculannya tak lebih hanya sebatas teror semata, dan unjuk giginya pun hanya di depan orang yang telah menyinggung harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Makanan kesukaan jin ini diantaranya adalah bekakak ayam buat sesaji di kuburan orang yang meninggal. Ayam yang dipanggang ini tidak seluruhnya disantap melainkan hanya diambil bagian kepalanya saja.
Maka, bagi siapapun yang dengan sengaja mencuri kepala bekakak ayam sesaji penguburan, niscaya bakal diteror habis-habisa. Jin kepala miring bakal menampakkan sosoknya dimanapun orang itu berada.
Wasda, 48 tahun, salah seorang "korban" teror jin kepala miring akibat tabiat iseng yang melekat pada pribadinya. Sepanjang malam, pria tamatan SD yang beranak tiga orang putera ini sama sekali tak dapat tidur.
Akibat kejadian yang dialaminya itu, pria beristerikan Ny.Tarinih, 40 tahun, ini mengucapkan ikrar dalam hatinya, tidak akan berlaku iseng lagi, sebab keisenganlah yang ternyata mendatangkan kesengsaraan.
Sewaktu ditemui Misteri di rumahnya, Desa Ujung Pendok, Wasda dengan gamblangnya menuturkan fenomena gaib yang benar-benar membuat jiwanya tersiksa itu.
"Sama sekali bukan bermaksud menantang makhluk gaib, tetapi hanya semata-mata memperturutkan keisengan saya saja," cetus Wasda.
Keisengannya itulah yang membuat ayah dari Masnun, Kasda dan Darma ini menyesal seumur hidup. Sampai kapanpun dia tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi.
Bahkan bukan hanya dia seorang diri yang dihantui rasa takut bukan kepalang itu, tapi sanak keluarganya pun ikut-ikutan dibuat repot. Teror jin berwujud pemuda lajang tersebut akhirnya berhasil dihalau, setelah salah seorang adik iparnya sengaja mendatangkan kelompok pengajian.
Sebanyak 70 anggota pengajian, semalam suntuk membaca petikan ayat Qursyi di rumahnya. Berkat karomah ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan secara berjamaah, makhluk gaib itupun berhasil dihalau dan tidak bisa lagi menampakkan wujudnya di depan Wasda.
Diceritakan peristiwa itu dengan mendetil....
Hari itu, bakda shalat Ashar, dari corong pengeras suara Masjid Al-Manfaat disampaikan kabar duka cita atas meninggalnya salah seorang warga, akibat jatuh dari atas pohon mangga.
Wasda dan puluhan warga lainnya langsung melakukan ta'ziah ke rumah orangtua Darno. Suasana berkabung pun menyungkupi penghuni Blok Pulo. Sebagian besar sanak famili menangis histeris atas meninggalnya pemuda lajang yang tiga bulan mendatang bakal menikahi kekasihnya itu.
Proses pemakaman, mulai penggalian liang lahat hingga penguburan berlangsung lancar dengan memakan waktu hingga menjelang Maghrib. Seusai petugas lebai membaca talkin, seluruh sanak famili maupun pengiring meninggalkan kompleks pemakaman umum. Yang tertinggal hanya bekakak ayam yang diletakkan di sisi gundukan tanah kuburan Darno. Hal ini memang sudah menjadi tradisi turun-temurun bagi sebagian warga pedesaan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Malamnya, seusai shalat Isya, secara diam-diam, tanpa ditemani siapapun, Wasda menerobos pintu gerbang kompleks TPU. Dengan gerak-gerik penuh kewaspadaan, dia melangkah di antara sela-sela gundukan kuburan menuju ke bawah pohon Angsana Kawak, dimana Darno sore tadi dimakamkan.
Dalam suasana cukup gelap dan tanpa diterangi lampu senter, pandangannya dipentang lebar-lebar hingga berhasil menemukan nampan yang diatasnya teronggok bekakak ayam.
Dengan menggunakan kantong kresek, ayam panggang itupun digondol pulang ke rumahnya. Tanpa mengabari isteri dan tiga anaknya, bekakak ayam itupun disantapnya di dapur.
Saking laparnya, hanya dalam waktu sekejap saja, bekakak ayam itupun hanya menyisakan tulang belulang serta butiran kepalanya. Tulang belulang dimasukkan kantung kresek tadi untuk dibuang di kubangan sampah yang ada di belakang rumah. Sedangkan butiran kepala ayam dia bungkus kain putih lalu dimasukkan ke laci lemari pakaian. Konon, bagi para penjudi dadu, kepala bekakak ayam sesaji kuburan, diyakini sebagai jimat sangat ampuh.
Cerita dari mulut ke mulut menyebutkan, dengan mengantongi jimat kepala bekakak ayam, instingnya jadi tajam saat memilih dadu yang dipegang bandar.
"Selama ini, uang saya sering ludus di arena dadu judi. Untuk membalas kekalahan, sengaja saya manfaatkan jimat kepala bekakak ayam itu," dalih Wasda saat bercerita kepada Misteri.
Yang namanya jimat, sudah tentu ada semacam ritual khusus yang mesti dijalani. Dan malam itu, Wasda sengaja mengadakan ritual khusus di kamar paling belakang rumahnya.
Dalam ruangan penyimpangan gabah itulah, dia sengaja melakukan ritual gaib sesuai dengan petunjuk yang dia peroleh dari orang tua yang selama ini diandalkan untuk kelancaran usahanya.
Obsesinya mendapatkan uang banyak dari judi dadu, memotivasi semangat di dalam dadanya. Dengan semangat yang membara, serangan kantuk berhasil dimentahkan dan deretan pegellinu pada punggungnya akibat terus-menerus duduk bersila menghadapi butiran kepala bekakak ayam, sama sekali tidak dia rasakan.
Batas ritualpun akhirnya tiba. Dari corong pengeras suara masjid berkumandang pembacaan ayat suci dilanjutkan kumandang adzan Subuh. Wasda menarik nafas lega, sebab ritual gaibnya berhasil dilalui tanpa hambatan.
Kepala bekakak ayam dibungkus lagi dengan lembaran kain putih dan kembali diamankan dalam laci lemari yang dikunci rapat. Tanpa memperdulikan keadaannya yang acak-acakan dan kusut masai, Wasda meluruskan punggung di atas tikar ruang tamu.
Dia tidur laksana mati, baru terjaga dari tidurnya tepat pas kumandang adzan shalat Ashar. Ungkapan heran sang isteri tidak dia jawab, Wasda langsung kabur ke kamar dapur. Perutnya mulai berontak untuk secepatnya diisi.
Sambil menyantap nasi dan lalapan, yang terlintas dalam benaknya, acara hajatan familinya tiga hari mendatang. Sudah jadi tradisi, di sekitar pentas sandirawara bakal digelar judi dadu.
Saat itulah Wasda bakal membuat kejutan kepada bandar dadu. Dengan kekuatan jimat kepala bekakak ayam, dia bertekad menguras habis modal bandar judi dadu.
Keesokan malamnya, dia tidur sore-sore. Dia mesti punya bekal buat lek-lekan pada malam berikutnya di rumah familinya yang akan mengkhitan putera bungsungnya itu.
Malam lek-lekan pun tiba. Wasda sudah siap bergadang di rumah Mustafa, si bandar dadu, hingga Subuh. Sekitar pukur delapa malam, Wasda mengunci pintu depan rumahnya, sementara tiga anaknya maupun sang isteri siang tadi sudah sibuk membantu persiapan hajatan itu.
Untuk tiba di rumah Mustafa, mesti melewati kompleks TPU dilanjutkan menerobos jalan setapak di antara rapatnya rumpun bambu. Seperti ada sugesti, selangkah lagi melewati tiba depan pintu gerbang pemakaman, yang terbayang dalam ingatannya tak lain kuburan Darno. Sehingga tanpa dapat dicegah, ekor mata Wasda melirik ke ambang pintu gerbang. Bersama itu pula, aliran darahnya berdesir sangat cepat. Tepat di ambang pintu gerbang yang temaram, dia melihat seseorang berdiri tegap menghadap ke arahnya.
Secara reflek, Wasda menghentikan langkahnya. Di sisi lain, seseorang diambang pintu gerbang tadi mengayun langkah menghampirinya. Makin diperhatikan, ada perasaan aneh pada pandangan Wasda.
Wajar, jika dia merasa aneh, sebab orang yang menghampirinya itu tidak lain Darno yang dimakamkan beberapa sore silam. Makin diperhatikan, keanehan demi keanehan terus memenuhi benak Wasda. Terutama manakala dia menyaksikan kepala Darno terkulai ke sisi kiri nyaris rata dengan bahunya sendiri.
Wasda, yang semula terbengong takjub kontan terlonjak kaget. Terlebih ketika Darno menyebut namanya seraya menghiba-hiba supaya kepala bekakak ayamnya dikembalikan.
Rasa takjubnya tidak berlarut-larut, dan nalurinya langsung bekerja, bahwa orang didepannya bukan Darno melainkan jin kepala miring yang meniru wujud Darno. Apalagi secara kebetulan, saat meninggalnya, leher Darno pun patah akibat menimpa tanah kering dari cabang pohon mangga dalam ketinggian belasan meter.
Setelah nalurinya bekerja, Wasda langsung angkat kaki secepat-cepatnya meninggalkan jin kepala miring menuju rumah Mustafa.
Malam itu merupakan kemunculan perdana sosok jin kepala miring berwujud Darno. Keesokan malamnya, ketika Wasda sibuk mengamankan uang kertas dari bandar judi dadu, bahu sebelah kirinya ada yang menyentil. Sambil menyentil ada suara memanggil namanya. Tapi karena ingar-bingar gamelan pentas sandiwara, dia kurang paham suara siapa yang memanggilnya dari belakang itu.
Mulanya dia hanya menduga salah seorang pemasang judi yang minta pecingan. Selembar uang kertas seribuan dia sodorkan tanpa menoleh ke belakang. Tapi tak ada reaksi apapun dari orang di belakangnya.
Lantaran penasaran, Wasda menoleh ke belakang. Tak disengaja, wajahnya tepat berhadapa-hadapan dengan wajah yang terkulai di sisi bahu laki-laki di belakangnya.
Tahu orang itu sosok Darno dengan kepalanya yang terkulai miring, Wasda kontan bergidik. Dia mendorong para pemasang judi dadu di depannya, lalu dia pun lari tunggang-langgang menerobos rumah Mustafa.
Melihat tingkah Wasda, sebagian pemasang hanya terbengong aneh. Sebagian lainnya tertawa ngakak karena dianggapnya lucu. Sedangkan bandar judi dadu menunjukkan muka gondok lantaran sudah separuh modalnya berpindah ke saku celana Wasda.
Teror ketakutan kian menguasai jiwa Wasda. Akibatnya malam itu dia tidak berani pulang, selain terus diselimuti keresehan.
Keesokan malamnya, dan malam-malam berikutnya, merupakan saat-saat paling menegangkan bagi Wasda. Tiap detik selepas waktu Isya, suasana dirasakan sangat mencekam. Meskipun berada di antara ketiga anak laki-lakinya yang dua diantaranya mulai beranjak remaja.
Selama itu pula, dia belum menceritakannya kepada siapapun, tak terkeculai terhadap isterinya sendiri, tentang apa yang sedang dialaminya. Sementara, jangankan punya nyali pergi ke warung buat beli rokok, memasuki kamar mandi buat buang hajat pun dia sama sekali tak berani.
Meskipun tidak pernah cerita apapun, namun Masnun maupun Kasda sudah merasakan kejanggalan pada diri ayahnya. Kedua remaja tanggung itupun sudah bisa membaca jiwa ayahnya yang terguncang. Tak ada lagi ketenangan selain sosot mata yang gelisah dan penuh aroma ketakutan.
Dilandasi rasa prihatin yang mendalam, Masnun mengadukan keadaan ayahnya kepada pamannya yakni adik kandung Ibunya yang memang bertitel Ustadz. Atas inisiatif kedua remaja tanggung itulah, Ustadz Hamdan mengumpulkan seluruh anggota jamaah di rumah Wasda.
Sejak pukul delapan malam hingga dinihari, puluhan anggota jamaah membaca ayat-ayat suci Al Qura'an. terutama ayat Al-Qursyi yang sudah populer sebagai ayat suci mengusir syetan. Besar kemungkinan, berkat karomah ayat suci inilah jin kepala miring tak lagi mampu menghampiri dan meneror Wasda.
Dirasakannya sudah tenang, secara empat mata Wasda mengakui perbuatannya di depan Ustadz Hamdan. Atas saran Ustadz, kepala bekakak ayam yang dijadikan jimat judi diantarkan kembali ke kuburan Darno. Sedangkan uang sebesar lima ratus ribu rupiah hasil menang judi dadu disumbangkan seluruhnya kepada panitia pembangunan masjid di desa tetangga.
Saran terakhir dari sang Ustadz, Wasda disuruh memperbanyak Istighfar setiap selesai sholat farhdu. Hal ini untuk pengampunan dosa yang telah dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar